Manusia berdosa adalah manusia yang terhilang dan mencari sesuatu yang hilang. Manusia mencari identitasnya di atas dunia ini, mencari wibawa akan dirinya, mencari perasaan aman di dalam dirinya, dan mencari arah yang kekal. Inilah kehilangan-kehilangan di dalam diri manusia yang sedang dicari terus-menerus karena telah menjadi kebutuhan yang mutlak bagi dirinya. Apa saja aktualisasi dari setiap kehilangan ini? Secara umum orang akan mengatakan uang, posisi, pasangan hidup, otoritas, kebebasan, dan sebagainya. Inilah yang dikejar manusia untuk mendapatkan identitas, wibawa, rasa aman, dan arah yang pasti.
Tetapi bagi orang-orang tertentu yang sedikit “pintar”, aktualisasi di dalam mengisi kehilangan ini adalah melalui moral, filsafat, dan agama. Hal-hal ini sering kali menjadi modal bagi diri manusia untuk memiliki identitas, wibawa, rasa aman, dan arah yang pasti. Karena masalah uang dan kesenangan dunia lainnya telah dipandang rendah oleh orang-orang secara umum, maka ada trend baru dalam pemenuhan kebutuhan manusia zaman sekarang untuk mengisi kehilangannya, yaitu moral, filsafat, dan agama. Saya mengatakan baru di dalam konteks zaman ini, walaupun pada zaman Perjanjian Baru sebetulnya sudah menunjukkan adanya golongan Stoik dan Epikuros. Namun dalam tulisan ini saya hanya mau menyoroti kecenderungan orang zaman ini termasuk orang Kristen di dalamnya.
Dalam dunia orang tidak percaya banyak sekali kita temukan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan yang bersifat “mulia” tersebut. Di dalam zaman ini banyak sekali muncul kelompok baru dengan ideologi yang baru. Ketika masuk ke dalam kelompok tersebut, entah itu menekankan moral, filsafat ataupun agama, orang akan merasa dirinya sudah cukup boleh disebut sebagai “orang”. Orang-orang yang sebelumnya tidak mengerti makna hidupnya di dunia ini akan sangat puas ketika masuk ke dalam komunitas itu karena suatu kehilangan di dalam dirinya telah ditemukannya di sana. Ia akan mencintai ide yang menguasai komunitas itu bahkan rela mati bagi ide itu. Manusia sebetulnya memang tidak bisa lepas dari gaya-gaya seperti ini baik sadar ataupun tidak sadar. Bagaimana dengan orang Kristen?
Dalam kekristenan pun sama, namun memiliki versinya sendiri. Orang Kristen juga adalah orang berdosa sehingga tidak heran jika keberdosaannya sama dengan dunia yang berdosa. Orang Kristen yang sedikit melek akan kekristenan, denominasi, visi, dan theologi, juga akan mencari pemenuhan dirinya dengan memilih sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Dalam dunia kekristenan, golongan Kristen manakah yang paling bisa mengangkat harga diri manusia dan mengisi kehilangan dalam diri manusia? Banyak pembaca Pillar akan menjawab Reformed Injili. Mengapa Reformed Injili? Pasti karena theologi yang solid dan ortodoks, api penginjilan, kesadaran mandat budaya, sedang bertumbuh dan sedang dipandang tinggi oleh Dunia Barat, dan lain sebagainya. Keren banget. Sangat mungkin hal-hal demikian yang menjadikan orang suka dan bertahan dalam Gerakan Reformed Injili karena menjadi modal kuat untuk manusia mengisi kehilangannya.
Gereja berarti dipanggil keluar dari dunia karena bukan berasal dari dunia walaupun ada di dunia. Gereja tidak boleh sama seperti dunia ini (Rm. 12:1-2). Kita harus memulai iman dan pemikiran kita dari Allah yang menciptakan manusia, dan sudah merencanakan keselamatan bagi umat-Nya yang dinyatakan di dalam sejarah melalui Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan terus di dalam abad-abad berikutnya sampai pada kita hari ini. Bergereja bukanlah salah satu agenda dalam seluruh hidup kita, melainkan kitalah yang hanya menjadi salah satu dari keseluruhan rencana Allah yang kekal bagi gereja-Nya baik di dunia hari ini maupun di dunia yang akan datang. Dialah yang memulai rencana-Nya dan kita hanya dianugerahkan hidup berbagian di dalam rencana-Nya itu.
Jika kita percaya akan rencana Allah yang terus bekerja di dalam sejarah sampai zaman kita hari ini, bagaimana kita mengikuti-Nya? Gaya hidup macam apa yang harus kita munculkan? Dalam Ibrani 13:7-8 dikatakan:
7 Remember your leaders, who spoke the word of God to you. Consider the outcome of their way of life and imitate their faith. 8 Jesus Christ is the same yesterday and today and forever.
Ayat di atas tentu bukan diperuntukkan bagi orang Kristen yang masuk ke gereja dengan jiwa heroik dan untuk menonjolkan diri. Karena tidak sedikit orang yang kagum akan suatu tokoh dan sangat menginginkan untuk menjadi sama dengan tokoh tersebut. Tetapi sebaliknya, banyak juga orang yang sudah mulai flat dan tidak bersemangat lagi di dalam pelayanan. Mereka cenderung skeptis dan banyak membatasi diri dengan urusan gerejawi. Maka, bagaimana kita berespons terhadap penulis Ibrani di atas? Kita mungkin banyak membaca tentang orang-orang yang Tuhan pakai di dalam sejarah di zaman Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan abad-abad selanjutnya. Sederetan tokoh yang tak terlupakan oleh gereja yang bisa ditemukan melalui biografi-biografi yang diterbitkan. Kisah-kisah perjuangan iman mereka sangat mengharukan dan menyentuh hati. Namun sering kali makna hidup dan pengaruh dari pahlawan iman tersebut hanya berhenti pada waktu diceritakan atau pada waktu kita membacanya. Setelah itu kita tidak ada bayangan dan ancang-ancang untuk meneladani perjuangan iman mereka di dalam hidup kita. Consider the outcome of their way of life and imitate their faith. Perintah ini sering direlatifkan dengan berbagai cara rasionalisasi, seperti alasan rendah hati, bukan panggilan, bukan takaran, dan lain-lain. Alasan-alasan demikian sepertinya benar, namun memiliki banyak kebahayaan. Orang akan cenderung berpikir untuk menjadi orang Kristen yang “biasa-biasa saja”. Menjadi orang Kristen yang “biasa-biasa saja” adalah tempat yang terasa aman. Kita tidak akan dikritik karena tidak melakukan kewajiban sebagai orang Kristen dan juga tidak akan dikritik karena terlalu aktif dan radikal. Keadaan inilah yang akan mematikan perjuangan dan perkembangan gereja. Jesus Christ is the same yesterday and today and forever. Dalam hati kita setuju bahwa Tuhan di masa lalu juga sama dengan Tuhan zaman ini. Mungkin kita akan geli untuk mengatakan bahwa Tuhannya Paulus, Agustinus, dan Calvin adalah sama dengan Tuhan kita. Tetapi benarkah kita percaya akan panggilan-Nya secara pribadi bagi kita masing-masing untuk melakukan pekerjaan Tuhan seperti di masa lalu? Pada zaman Reformasi, Luther telah memberi sumbangsih dalam doktrin tentang imamat yang rajani, the priesthood to all believers. Tidak ada perbedaan antara pemimpin gereja yang kuat dengan kita yang adalah jemaat awam di hadapan Tuhan. Kita sama-sama priest, namun demi keteraturan maka harus dibedakan. Apakah tuntutan Allah berbeda? Tentu tidak. Sama-sama dituntut maksimal sesuai talenta yang diberikan. Tetapi jika perbedaan kerohanian antara hamba Tuhan dan jemaat awam masih sangat jauh maka kita masih jauh dari kondisi gereja yang sesuai dengan Kitab Suci. Marilah kita terus menerus mengejar kerohanian yang maksimal sesuai talenta yang diberikan dalam hidup kita.
Hidup yang demikian memang seperti orang gila. Namun itulah yang ditunjukkan oleh para nabi dan rasul bahkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Hidup yang total untuk Tuhan? Di manakah bagian saya jika harus total untuk Tuhan? Tuhan Yesus berkata: Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Untuk menghidupi hidup yang demikian diperlukan God-centered mind. Banyak orang ingin berpikiran luas namun tidak sadar berada di dalam kesempitan man-centered. Tetapi God-centered mind dimulai dengan sesuatu yang sempit dan mampu menuju ke yang luas. Contohnya adalah kita mempunyai presaposisi bahwa Allah adalah Pencipta dan kita dicipta. Kita tidak menerima teori apapun di luar doktrin ini ketika berkaitan dengan asal-usul manusia dan dunia ini. Bukankah ini adalah suatu kesempitan? Justru ketika mengimani kesempitan ini barulah kita bisa berbicara segala sesuatu secara luas dengan benar. Maka di tengah dunia di mana begitu banyak hal yang mengelilingi kita entah itu studi, pekerjaan, keluarga, pergaulan, pelayanan, dan lain sebagainya, dari mana memulai untuk memutuskan segala sesuatu? Yang mana mengatur yang mana? Kita perlu pegangan yang kuat dari presaposisi kita. Jangan kita puas dengan label bahwa theologi kita ortodoks. Ortodoks yang sejati akan terpancar lewat hidup kita yang juga ortho (right, straight). Jujur, di dalam hal ini kita tidak lebih baik dibandingkan dengan ahli Taurat dan orang Farisi. Ahli Taurat menghafal dan memegang Taurat dengan setepat-tepatnya dan menjalankannya. Kita terlalu banyak mendengar kenegatifan orang Yahudi yang munafik itu sehingga kita pikir mereka itu jauh lebih bobrok dari kita. Benarkah mereka lebih bobrok? Matius 12:34 mengatakan, “Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu (ahli Taurat), dan Ia berkata kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.” Tuhan Yesus memang sering kali mengritik orang Yahudi tetapi ada satu bagian di mana Tuhan Yesus tidak mengritik bahkan menguatkan ahli Taurat itu karena ia tidak jauh dari Kerajaan Allah. Kita masih sangat jauh rusaknya dibanding orang Yahudi itu. Maka jangan terlalu cepat merasa diri sudah cukup militan, radikal, dan setia bagi Kerajaan Allah, tetapi belajar terus bertumbuh dan bertumbuh.
Sebagai pemuda, mari kita tidak menjadikan Gerakan Reformed sebagai asesoris terindah untuk menaikkan harga diri kita. Mari sadar akan begitu kecil dan najisnya kita yang boleh berbagian di dalam Kerajaan Allah. Tuhan sudah mengembalikan universal identity, spiritual dignity, inner security, dan eternal direction[1] yang sejatikepada umat-Nya melalui penebusan Kristus. Kita tidak perlu lagi otonom dan mencari sesuatu dari dunia ini untuk mengisi kehilangan-kehilangan dalam diri kita akibat dosa. Mari sama-sama melayani Tuhan dengan penuh keteguhan iman di dalam kerajaan Allah. Roma 14:8 mengatakan, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” Adakah pemuda Gerakan Reformed Injili memiliki semangat yang demikian?
Chias Yohanes Wuysang
Pemuda FIRES
Endnotes:
[1] Stephen Tong, Sin and Lostness, Lausanne Congress di Manila pada tahun 1989.