Sebab: “Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya – 1 Petrus 1:24-25

Adakah hal yang berubah di atas dunia ini? Tidak ada hal di atas dunia ini yang tidak berubah. Bahkan abad 20 yang baru 11 tahun yang lalu kita lewati adalah abad di mana terjadi banyak sekali perubahan baik secara struktur sosial, moralitas, sampai pada nilai-nilai yang dianggap benar. Dari abad yang dimulai dengan babak agrikultur sampai pada babak industrialisasi dan ditutup dengan babak informasi, sering kali abad ke-20 diinterpretasikan sebagai abad dengan perkembangan yang paling cepat sepanjang sejarah manusia.

Sebagai manusia yang berpikir, tentu kita tidak bisa menerima begitu saja setiap hal yang terjadi tanpa adanya penelaahan yang pantas terhadap hal tersebut. Di dalam begitu banyaknya perubahan, entah itu baik ataupun jelek, adakah satu hal yang tinggal tetap? Adakah satu prinsip yang dapat dilihat sebagai satu universal element sebagai world stuff[1] yang menjadi core dari setiap perubahan itu? Sehingga ketika kita mengerti core tersebut, kita dapat beroleh kebijaksanaan dari dunia ini. Inilah yang dikejar-kejar manusia sejak zaman filsuf Yunani hingga saat ini.

Sebagian besar manusia akan menunjuk kepada kegigihan manusia dalam memperjuangkan nasibnya, yang membuahkan penemuan-penemuan dan filsafat yang mengiring dan membentuk perkembangan sejarah. Kalaupun hal tersebut benar, dari seluruh penemuan dan pemikiran ini, motivasi apa yang sebenarnya menjadi pendorong dari pergerakan sejarah selama ini? Apa yang menjadi tujuan yang ingin dikejar oleh manusia sebagai pion-pion bergeraknya sejarah? Dan metode-metode apa yang diaplikasikan dalam bentuk penemuan-penemuan ini?

Iman Kristen menyatakan bahwa seluruh hal yang dianggap sebagai kemajuan manusia dan dunia sebenarnya hanyalah suatu pola di mana akal budi berjalan mundur di dalam keberdosaan manusia bila mereka tidak kembali kepada Tuhan; karena sebenarnya tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah[2]. Nas Alkitab ini menyatakan bahwa perkembangan yang ada hanya menunjukkan kedegilan hati manusia yang mau terus menjauh dari Allah dan rancangan kekal Allah bagi dunia ini. Ini adalah kesia-siaan! Manusia mau berdiri sendiri, mau menjadi yang absolut[3], tanpa melihat dan menyadari siapa dirinya yang sebenarnya. Hal ini tidak lain seperti usaha menjaring angin; namun heran sekali, manusia masih saja berlomba-lomba dalam kompetisi mendapatkan angin ini.

Manusia dan pemberontakannya telah diceritakan secara gamblang oleh sejarah yang telah berlalu. Dimulai dengan babak renaissance sebagai satu babak yang menjadi cikal bakal modernisme, manusia berjuang sekuat tenaga untuk keluar dari abad pertengahan di mana manusia “terkekang” oleh  seluruh pengertian iman gereja yang statis. Kekangan ini dipercaya sebagai akar masalah manusia sehingga dengan hilangnya kekangan ini manusia akan memiliki dunia ini dengan seluruh harapannya.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kekangan gereja pada abad pertengahan menahan eksplorasi manusia terhadap ciptaan yang diciptakan untuk diolah olehnya. Ini adalah salah satu kegagalan gereja sebagai institusi pada masa lampau. Kegagalan ini disambut dengan persepsi manusia yang salah yang melihat gereja institusional sebagai satu-satunya wakil dari Tuhan dan mediator antara Tuhan dan manusia.  Akibat kedua kegagalan ini, manusia dengan segala kemampuan rasionya sekali lagi mencoba untuk bebas dari seluruh otoritas ilahi dengan cara mengingkari adanya otoritas tersebut. Zaman tidak lagi menghargai peran gereja sebagai tempat di mana firman Tuhan dieksplorasi, bahkan zaman mulai meninggalkan Firman itu sendiri sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Teknologi diletakkan sebagai senjata dari kebudayaan untuk “melawan” agama dan otoritasnya yang mengekang mereka.

Adakah hal yang dapat dicapai di dalam modernisme? Banyak, salah satunya adalah seluruh teknologi modern yang kita pakai sekarang dan memang menyokong kita dalam menjalani hidup sehari-hari. Namun, pencapaian ultimat dan puncak dari modernisme berkata lain. Dengan asap jamur yang membumbung tinggi di atas dua kota di Jepang pada tahun 1945, modernisme meninggalkan jejaknya yang tidak akan pernah terhapuskan dari sejarah. Tidak ada satu orang pun manusia yang dapat memungkiri puncak sekaligus kegagalan terbesar modernisme pada akhir Perang Dunia II. Apa yang diharapkan membawa kebaikan bagi umat manusia justru membawa malapetaka yang manusia tidak pernah bayangkan sebelumnya.

Kegagalan dari modernisme disusul dengan munculnya paham postmodernisme. Harapan manusia pada kemampuan rasio manusia untuk mencapai kebenaran mulai luntur. Apa yang dinyatakan “Benar” oleh rasio manusia ternyata tidak tentu benar apabila ditarik masuk ke dalam aplikasinya. Keterbatasan ini mendorong manusia untuk melihat lebih dari sekadar yang terlihat dan terbuktikan “benar”.

Pergeseran ini di satu sisi menyadarkan manusia untuk melihat lebih dari sekadar yang terlihat secara kasat mata dan terbukti hitam di atas putih. Namun karena didasari oleh satu core yang sama, yaitu sifat dasar manusia berdosa yang selalu ingin menjadi absolut, manusia tidak melihat pada hal-hal yang di atas yang memimpin hidup mereka, melainkan pada keberadaan diri mereka sebagai manusia dan seluruh kemampuannya. Hal ini hanyalah manifestasi lain dari semangat pemberontakan manusia, yang juga tergambarkan di dalam semangat inwardness dari Socrates dan Plato[4], karena memang tidak ada sesuatu pun yang baru di atas dunia ini[5].

Di dalam semangat inwardness dan pemberontakan terhadap otoritas Tuhan inilah kita semua sekarang hidup. Semangat yang sebenarnya lebih jauh kejatuhannya dibandingkan dengan kejatuhan dari zaman modern. Pada zaman modern, manusia masih memiliki satu standar objektif yang dikejar dan coba untuk dibuktikan, sedangkan zaman ini seluruh standar berpusat hanya pada diri di dalam kebuasannya. Mengapa buas? Karena seluruh standar berpusat pada diri yang manusia sendiri tidak pernah bisa gambarkan dan apapun bisa menjadi benar apabila diri ini menyatakan hal tersebut benar. Inilah kebodohan manusia yang semakin lama semakin menjadi-jadi namun dianggap sebagai suatu kemajuan peradaban. Adakah yang akan menyusul? Pasti ada, namun seluruhnya itu hanyalah sebuah perulangan yang sia-sia.

Pola perlawanan manusia terhadap Allah tidak akan ada yang keluar dari perlawanan terhadap prinsip-prinsip Taurat yang sudah Allah berikan ribuan tahun yang lalu. Karena memang manusia tidak akan pernah bisa menciptakan suatu hal yang salah dari ketiadaan, manusia butuh keberadaan untuk melakukan apapun, termasuk melawan Allah. Di lain pihak, seluruh hal yang ada bisa ada karena Allah yang menciptakannya dan meninggalkan jejak jari Allah, termasuk keberadaan manusia sendiri. Jadi, manusia hanya menyibukkan dirinya dengan sia-sia untuk melawan dan menjauhi Tuhan, yang kepada-Nya manusia mau tidak mau harus bergantung.[6] Terpujilah Tuhan karena hikmat-Nya yang besar dan betapa bodohnya manusia yang mengira dirinya pintar di dalam melawan Allah dan otoritas-Nya.

Di tengah-tengah zaman seperti  inilah iman Kristen ditantang untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita nyatakan sebagai kredo kita. Akankah orang-orang Kristen mengikuti pola ini? Sayangnya sudah terlalu banyak orang yang mengaku diri sebagai pengikut dan pelayan Kristus namun ikut terjebak di dalam kebodohan ini. Gereja Tuhan tidak lagi mencari akan apa yang Tuhan mau mereka cari, melainkan mencari apa yang dapat memuaskan mereka; entah itu kepandaian, kekayaan, kuasa, atau apapun juga yang tidak akan bertahan diuji oleh waktu. Mau ke mana Gereja berjalan di tengah-tengah zaman ini? Sedikit yang bisa menjawab dengan berani karena terlalu menyakitkan untuk mengatakan bahwa umat Tuhan sedang berjalan maju menuju pada kebinasaan mengikuti arus zaman[7].

Gereja Tuhan yang seharusnya menjadi satu-satunya oknum yang menerima, mengenal, menginterpretasi, memelihara, dan memperjuangkan kebenaran di tengah-tengah dunia ini tidak selayaknya untuk hidup mengikuti arus zaman. Gereja memiliki suatu kehormatan berdasarkan identitas baru yang diberikan oleh Allah di dalam penebusan lewat Anak-Nya. Darah Yesus terlalu mahal dan suci untuk dibuang sia-sia oleh orang-orang yang tidak menghormati karya keselamatan Allah. Kehormatan ini sebegitu berharganya sehingga tidak ada satu pun hal di dunia ini yang setara harganya, yang layak untuk ditukarkan dengan identitas ini.

Hanya dengan mengenal identitas diri, seorang Kristen dapat terlepas dari jebakan zaman. Karena identitas inilah yang akan menentukan respons orang Kristen terhadap situasi-situasi yang diperhadapkan kepadanya. Kesadaran ini disebabkan dan didorong oleh kasih Allah yang begitu nyata di dalam hidup seorang Kristen, yang ia alami di dalam penebusannya oleh Kristus di atas kayu salib. Sebegitu kuat kasih tersebut hingga tidak ada satu pun hal yang dapat menghapus kristalisasi dari kasih tersebut di dalam hidupnya. Kristalisasi ini yang menjaga seorang Kristen untuk tidak berpaling dari Kristus dan membuatnya sadar dan yakin untuk menyatakan identitasnya di tengah-tengah dunia ini.

Dengan merespons kesadaran ini, iman Kristen memiliki batu pijakan untuk berhenti berjalan di dalam derasnya arus zaman, menganalisis laju dan arah dari zaman ini, merespons tuntutan yang diberikan olehnya, dan berdiri tegak menantang zaman. Sesungguhnya setiap orang yang mau berjuang pasti akan sampai pada poin ini, poin di mana keberadaannya akan diuji oleh zaman sampai pada batas akhir kesakitannya di mana dia masih bisa bertahan hidup, Schmerzgrenze. Pengujian ini akan memisahkan manusia menjadi dua kelompok, mereka yang bertahan dengan gigih untuk satu nilai dan mereka yang menjadi satu kesatuan tenggelam di dalam waktu, yang tidak beridentitas, dan yang hanya mengikuti arah arus berjalan. Para pengikut Kristus sesungguhnya harus berjalan di dalam jejak kaki kelompok yang pertama, karena hanya dengan itulah gereja menjadi gereja yang hidup dan berelasi dengan Allah yang berusaha untuk dijauhi oleh zaman ini.

Para pengikut Kristus harus memiliki semangat juang untuk memberitakan Penebusnya yang kekal melalui hidupnya yang sementara. Di saat yang sama, para pengikut Kristus harus dan pasti berbeda dengan pejuang-pejuang tangguh di atas dunia ini. Perbedaan ini terletak pada dasar perjuangan mereka dan tujuan perjuangan mereka, yang akhirnya menentukan langkah-langkah mereka berjuang. Para pejuang tangguh di dunia ini yang kepadanya Tuhan menganugerahkan anugerah umum memiliki suatu potensi yang terealisasi ketika mereka berespons terhadap zaman ini. Mereka dapat menjadi alat Tuhan tanpa mereka sadari untuk menjawab permasalahan dunia ini akibat dosa dan akhirnya menggenapkan rencana Tuhan; namun tetap di dalam ketidaktahuan mereka akan kebenaran itu sendiri. Dan pada akhirnya mereka akan lenyap bersama dengan dunia dan seluruh arusnya, dan hanya pekerjaan Tuhan yang Tuhan titipkan kepada mereka yang terus bertahan bersama dengan Gereja Tuhan untuk membawa kembali pekerjaan itu bagi kemuliaan Tuhan.

Gereja yang diberikan kesempatan untuk menjadi umat Tuhan yang berelasi dengan-Nya memiliki satu ciri yang spesifik dan unik dibandingkan dengan mereka yang hanya akan menjadi alat Tuhan. Relasi yang ada antara Yang memiliki dan Yang memberikan pekerjaan dengan umat-Nya yang dipakai oleh-Nya memberikan kesempatan bagi Gereja untuk bekerja di dalam kesadaran mereka secara total. Kesadaran ini memberikan harapan dan tujuan yang jelas ke mana umat ini sedang berjalan. Tujuan ini akan menjadi suatu panduan sehingga hidup seorang Kristen menjadi hidup yang jelas ke mana arahnya dan tidak lagi terombang-ambing oleh terpaan arus zaman ini.

Arah yang dianugerahkan oleh Tuhan memberi kemampuan bagi orang Kristen – dan hanya orang Kristen – untuk melampaui zaman[8]. Arahan ini hanya mungkin dapat diketahui oleh mereka yang berelasi dengan Sang Pemegang Kendali. Hal ini dikarenakan Sang Pemegang Kendali adalah satu-satunya oknum yang dapat melampaui zaman, karena hanya Dialah yang kekal dan benar. Mereka yang dikatakan melampaui zaman adalah mereka yang Tuhan ajak untuk ikut serta di dalam rancangan kekal Allah yang hanya akan membawa pada satu hasil, “Kemuliaan Tuhan dinyatakan secara penuh pada setiap hal yang Ia perkenan untuk ada dan pengagungan kekal umat Allah terhadap Tuhan”.

Namun mengapa banyak orang Kristen yang masih mengalami kebingungan di dalam hidupnya? Bukankah setiap orang Kristen diberikan akses kepada Allah, Sumber dari segala kebenaran? Di sinilah iman Kristen diuji. Di tengah-tengah banyaknya tawaran dari dunia ini, gejolak di dalam diri yang masih bersentuhan dengan kedagingan, dan tawaran tangan Allah yang tidak dapat kita lihat, bisakah kita sebagai orang Kristen meletakkan semua impian yang ditawarkan dunia yang fana ini dan belajar untuk melihat dan memfokuskan hati pada hal-hal yang ada di atas matahari? Ini bukanlah hal yang terlihat mudah namun juga adalah suatu hal yang sangat mudah pada dasarnya.

Hal yang sangat sulit karena seluruh hal yang menarik kita dari fokus kita pada Tuhan adalah hal-hal yang dapat kita lihat dengan jelas, kita rasakan dengan seluruh kekayaan indra kita, dan memang kita inginkan semenjak kita kecil karena natur dosa kita. Di lain pihak, ajakan Tuhan kepada umat-Nya sering kali adalah hal yang tidak bisa kita lihat dengan mata jasmani kita, sering kali tidak bisa kita rasakan dengan jelas, dan kalaupun bisa dirasakan dengan jelas, hal tersebut bertentangan dengan natur dosa kita.

Mudah, karena yang memampukan kita adalah Tuhan dan anugerah-Nya, manusia hanya rela untuk dibentuk dan secara aktif menerima anugerah tersebut. Mau dibentuk dan secara aktif menerima anugerah Tuhan adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Manusia yang diberikan hati untuk berespons pada Tuhan akan dengan aktif mempersembahkan dirinya untuk dibentuk oleh Tuhan. Secara spontan, manusia akan berespons terhadap kebenaran Firman dan kesempatan untuk hidup menyatakan dan menyenangkan Tuhan. Seiring dengan itu semua, manusia yang takut akan Tuhan diberikan kesempatan dan kekuatan untuk mengikut Tuhan dan menjadi saksi hidup di dunia ini bagi Tuhan sehingga akan terbentuk etika yang semakin memudahkan dirinya di dalam merespons setiap panggilan Tuhan secara aktif. Maukah kita melihat pada hal yang lebih esensial daripada hal-hal yang kelihatan? Tanpa kemauan dan kesadaran ini, orang Kristen hanya akan melihat cawan berisi kepahitan penuh sampai pada batas atasnya yang diserahkan kepadanya oleh Tuhan di dalam hidup menjadi saksi Kristus; sedangkan tangan Tuhan yang baik, yang daripada-Nya kita menerima cawan itu, tidak akan pernah kita lihat[9]. Betapa menyedihkan hidup orang Kristen yang demikian.

Allah tidak mendesain hidup orang Kristen menjadi hidup yang penuh dengan kesusahan. Allah mendesain hidup anak-anak-Nya sebagai hidup yang berkelimpahan; hidup di mana mereka menjadi saksi hidup bagi dunia ini untuk menyatakan kemuliaan Allah. Dengan menyatakan kemuliaan Allah, Gereja dipakai untuk menarik jalan hidup dunia yang telah bengkok supaya kembali kepada hidup yang sebenarnya. Hidup yang dikuasai oleh Allah dan dipersembahkan seluruhnya untuk Allah. Inilah tujuan keberadaan umat Allah yang menjadi satu-satunya gol di dalam hidup setiap kita. Sudahkah hal itu bergema sebagai suatu gaungan yang tidak tertahankan di dalam hati kita? Jangan-jangan masih terlalu banyak gaung lain yang merusak konsentrasi panggilan Tuhan di dalam hidup kita.

Impian ini adalah impian setiap orang Kristen, di mana tidak satu pun malam dapat kita lewatkan dengan tidur nyenyak apabila hidup yang kita telah jalani tidak mencerminkan kemuliaan Allah. Impian ini adalah impian agung yang Allah sendiri berikan di dalam benak setiap orang yang hatinya telah Ia perbaharui. Impian ini menuntut sikap hati yang mau merendah dan mau taat kepada pimpinan Tuhan yang dinyatakan di dalam Kitab Suci melalui penerangan Roh Kudus. Inilah yang namanya dasar yang kokoh. Kekokohan yang dibangun di atas tunduknya ciptaan kepada otoritas Sang Pencipta secara absolut.

Semangat Reformed Injili adalah semangat yang dibangun di atas dasar yang demikian kokoh. Semangat yang membawa seorang Kristen berangkat dari teks yang dipandang mati oleh dunia menuju kepada Injil yang memiliki kuasa keselamatan, Injil yang melaluinya Saudara dan saya mengenal satu-satunya pribadi yang kita ingin kenal sepanjang hidup ini. Dorongan kebenaran dan keselamatan dari Injil ini mendorong kita untuk memberanikan diri hidup secara “aneh” di tengah-tengah dunia yang sudah bengkok ini; Hidup yang hanya berlandaskan iman kepada Tuhan dan kehendak-Nya yang kita percaya akan dinyatakan kepada umat perkenanan-Nya, bukan lagi keuntungan diri, kesenangan orang lain, ataupun penghargaan dari seluruh hal baik yang ada di dunia ini. Impian ini dimulai dari hati yang merendah di hadapan Tuhan, menyadari kesalahan dan kelemahan diri yang berdosa, menyadari keselamatan yang begitu besar yang menutup segala kelemahan itu, dan akhirnya membawa kita mau dengan rela dipimpin oleh Tuhan menggenapkan pekerjaan Tuhan berapapun harganya.

Pdt. Dr. Stephen Tong mendapatkan dorongan untuk memulai Gerakan Reformed Injili dari tempat tidur sakitnya karena penyakit hepatitis. Melihat hidup yang begitu rentan dan fana, iman Kristen yang mulai terombang-ambing, hamba Tuhan ini memohon kepada Tuhan untuk memakai hidupnya menegakkan kembali iman Kristen yang memiliki tulang punggung. Dengan satu doa dan harapan untuk suatu hari dapat melihat sekelompok anak muda yang dengan sesadar-sadarnya melihat pimpinan Tuhan dan dengan gigih merealisasikan kehendak Tuhan, beliau meletakkan seluruh kenyamanan dirinya dan berjalan mengikuti panggilan Tuhan. Masih adakah api yang demikian di dalam hati kita masing-masing? Ataukah kita terlalu sibuk dengan hiruk-pikuknya dunia hingga sedikit pun kita tidak mendengarkan Tuhan.

Sudah lebih dari 20 tahun doa itu diucapkan oleh Pdt. Stephen Tong untuk Gereja Tuhan. Puluhan tahun yang telah berlalu adalah puluhan tahun di mana Tuhan mempersiapkan generasi ini dengan kasih setia-Nya untuk menjadi petarung-petarung yang tangguh. Tuhan yang selama ini telah mempersiapkan setiap anak muda, kepada-Nyalah kita mohon belas kasih-Nya agar bisa menyalakan api kita sekali lagi untuk berjuang menyatakan kehendak Allah yang kekal di dalam hidup kita yang sementara.

Tongkat estafet sudah ada di hadapan kita, dengan apakah kita akan mengisi tahun 2012 ini?! Hidup dibodohi oleh arus zaman dan segala impian kosongnya, atau hidup di dalam merespons panggilan Tuhan yang dibangun di atas dasar Firman-Nya, yang akan kekal untuk selama-lamanya? Sanggupkah kita meneladani hamba-Nya yang telah setia selama 55 tahun, meletakkan seluruh impian kosong kita, mulai berjalan mengikuti panggilan Tuhan di dalam doa dan hidup kita? Kiranya satu-satunya jawaban yang mungkin terbersit di dalam benak kita… dan kita perjuangkan di dalam hidup ini… adalah: “Lead On O King Eternal!”

Stephen D. Prasetya
Pemuda FIRES

Endnotes:
[1] Van Til, Cornelius. Christian Theistic Ethics. Phillipsburg, New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing Co. 1980, h. 121.
[2] Roma 3:11.
[3] Absolut di sini diartikan sebagai keberadaan yang tidak bergantung kepada apapun juga. Absolutus (Latin) – bebas.
[4] Van Til, Cornelius, op. cit., h. 146.
[5] Pengkhotbah 1:9.
[6] Poythress, Vern S. God Centered Biblical Interpretation. Phillipsburg, New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing Co. 1999.
[7] Tong, Stephen. Gerakan Reformed Injili, Apa dan Mengapa. Surabaya: Momentum. 2005.
[8] Melampaui zaman di sini tidak berarti hanya sekadar bertahan di tengah-tengah sejarah, namun bertahan di sepanjang sejarah sampai akhirnya nanti diakui oleh Sang Pencipta sebagai sesuatu yang Ia kenal dan Ia perkenan.
[9] Diadopsi dari beberapa kalimat terakhir dari doa yang dibuat oleh Dietrich Bonhoeffer beberapa bulan sebelum hari eksekusinya di salah satu sel Penjara Gestapo.