Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
Yoh. 1:14

Ketika seseorang membuat kediamannya di dalam sebuah kelompok, ia mulai hidup dengan kelompok tersebut. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut pula. Inkarnasi adalah peristiwa ketika Firman yang kekal berdiam di antara kita sehingga Ia benar-benar mengidentifikasikan diri-Nya dengan kita dalam segala cara. Ia mengambil keseluruhan natur kemanusiaan, mengidentifikasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan diri kita sebagai manusia secara penuh dan total, termasuk hal yang paling traumatis dari seluruh kejadian dalam hidup manusia seperti para psikolog katakan, yaitu kelahiran.

Di dalam sebuah lagu Natal yang terkenal terdapat sebuah kalimat, “Ia tidak jijik terhadap rahim seorang perawan.” Hal ini seharusnya membuat kita tercengang dan takjub. Allah yang kekal atas seluruh alam semesta ini tidak jijik akan rahim seorang perawan.

Saya mendampingi kelahiran kedua anak saya. Beberapa menit sebelum anak pertama kami, Christopher, lahir, dokter kandungannya bertanya kepada saya, “Kamu yakin mau melakukan ini?” Saya jawab, “Tentu saja.”

Lalu dia berkata, “Bilas dulu muka dan tanganmu.” Dan saya melakukannya. Saya mendampingi kelahiran Christopher, dan dua tahun kemudian saya mendampingi kelahiran Carey. Waktu itu saya pikir saya akan menjatuhkan Carey, dia begitu licin. Berantakan di mana-mana! Sungguh menakjubkan bahwa Sang Firman Allah tidak menghindar untuk dilahirkan dengan cara demikian.

Inilah yang memang harus terjadi. Hanya melalui identifikasi total dengan kita, Kristus dapat menjadi Adam yang kedua dan menjalani kehidupan manusia yang sempurna. Adam yang pertama jatuh dalam dosa dan mati sebagai seorang pendosa; hanya sebagai seorang manusia, Yesus dapat melakukan apa yang Adam telah gagal lakukan dan menjadi pengantara yang sempurna antara Allah dan manusia. Mengapa? Karena hanya daging yang bisa mati.

Suatu kebenaran yang sama diperdengungkan di dalam frasa berikutnya dari Yohanes 1:14, “Firman itu berdiam di antara kita,” secara literal diterjemahkan sebagai, “tabernakel di antara kita,” yang artinya, “Ia membangun tenda di antara kita.” Tabernakel di Perjanjian Lama adalah tempat di mana Allah hidup dan tinggal dengan umat-Nya. Tabernakel ini tidak mempunyai makna terlepas dari Yesus Kristus. Seluruh tujuannya di padang gurun adalah untuk merujuk kepada Tabernakel yang sejati di masa mendatang, Sang Anak Allah. “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol. 2:9).

Pikirkanlah tentang Yesus sebagai Tabernakel itu!

Tabernakel digunakan di padang gurun: “Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun” (Mat. 4:1).

Tabernakel memiliki penampilan luar yang sederhana dan tidak menarik: “Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya” (Yes. 53:2).

Tabernakel adalah tempat di mana Allah bertemu dengan manusia: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6).

Tabernakel adalah pusat dari perkemahan Israel, sebuah tempat pertemuan bagi umat Allah: “Dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (Yoh. 12:32).

Tabernakel adalah tempat di mana korban-korban penghapus dosa umat Allah dikorbankan: “Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah” (Ibr. 10:12).

Tabernakel adalah sebuah tempat penyembahan: “Tuhanku dan Allahku” (Yoh. 20:28).

Kita tidak dapat mengerti seluruh kelimpahan ajaran dari Perjanjian Lama jika kita tidak membacanya melalui Yesus Kristus – inkarnasi, kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Tabernakel secara pasti tidak memiliki makna terlepas dari Yesus.

Ribuan tahun sebelum Yesus lahir, Tuhan mempersiapkan sebuah tabernakel, dan menantikan datangnya seorang Pribadi yang akan menggenapkan makna tabernakel tersebut – Pribadi yang akan menjadi Tabernakel sejati bagi kita.

Sama seperti tabernakel di dalam padang gurun yang memiliki dan memancarkan kemuliaan Allah (Kel. 40:34-35), bahkan lebih lagi kita dapat melihat “kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2Kor. 4:6).

Musa mencari akan kemuliaan Allah, dan ia diperingatkan oleh Allah sendiri untuk tidak melihatnya (Kel. 33:18-20); tetapi kita memiliki hak istimewa untuk melihat wajah dari Firman Allah, pada Yesus, melalui iman di dalam firman-Nya. Suatu hari nanti, dengan mata ini, kita akan melihat wajah Yesus, yang akan menjadi Wahyu Allah dalam kepenuhan-Nya dan wujud kemuliaan-Nya.

Kemuliaan dalam bahasa Ibrani secara literal berarti “bobot” atau “kepenuhan”. Banyak orang Kristen hari ini lebih suka menjadi orang Kristen versi lite (‘ringan’) seperti bir lite yang tidak memabukkan. “Berikan saya Yesus, sedikit saja, maka saya akan senang.” Tetapi Tuhan menerjang hidup kita di dalam daging-Nya dan berkata bahwa kita melihat kemuliaan, kepenuhan anugerah dan kebenaran Allah di dalam Dia. Penuh.

Anugerah? Apa itu anugerah? Anugerah adalah sebuah kekuatan yang mengangkatmu keluar dari kegelapan dan memindahkanmu ke dalam terang. Anugerah adalah kekuatan Tuhan yang ajaib, yang keluar dari dalam hati dan jiwamu melalui intervensi-Nya sehingga kamu berpindah dari kematian menuju kehidupan, dari gelap menuju terang, dari neraka menuju surga. Anugerah adalah sebuah kekuatan yang berada di dalam seorang Pribadi.

Apa itu kebenaran? Kita menemukan kata kebenaran sebanyak 25 kali di dalam Injil Yohanes. Apakah kebenaran yang dimaksud adalah “kebenaran faktual”? Ya, tentu saja. Atau “kebenaran objektif”? Benar juga. Tetapi lebih dari pada itu; kebenaran di Injil Yohanes juga merupakan kebenaran yang hidup dan berdiam. Ini berarti kebenaran tersebut ada di dalam karakter seorang Pribadi dan kita menemukannya di dalam Yesus Kristus, Pribadi yang kemuliaan-Nya dipancarkan melalui anugerah dan kebenaran yang Ia berikan kepada umat-Nya.

Kemuliaan di dalam Injil Yohanes juga digunakan untuk mendeskripsikan kematian Kristus. Hal ini begitu menakjubkan. Di dalam Yoh. 12:23-24, sebagai contoh, kita membaca: “Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.’” John Donne dalam The Book of Uncommon Prayers mengatakan, “Keseluruhan hidup Kristus adalah sebuah kesengsaraan yang berkelanjutan; orang-orang lain mati sebagai martir, namun Kristus dilahirkan sebagai martir. Dia menemukan tempat kematian-Nya, Golgota, bahkan di tempat di mana Dia dilahirkan, Betlehem; karena kelembutan-Nya, jerami-jerami kemudian menjadi setajam duri mahkota, dan palungan menjadi kesulitan yang pertama menuju salib yang akhirnya ditanggung-Nya. Kelahiran dan kematian-Nya merupakan sengsara yang berkelanjutan. Hari Natal dan Hari Jumat Agung diibaratkan sebagai pagi dan petang dalam hari yang sama. Palungan dan salib merupakan garis yang tidak dapat dipisahkan. Natal adalah titik awal menuju Jumat Agung dan Paskah. Tiada makna lain di luar itu, di mana Anak Allah menyatakan kemuliaan-Nya melalui kematian-Nya.”

Anugerah adalah sebuah Pribadi; Kebenaran adalah sebuah Pribadi – Yesus, yang datang kepadamu di dalam daging.

 

Oleh: Joseph “Skip” Ryan