Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”
Lukas 1:39-45
Apa yang Allah berikan di waktu Natal bukan hanya Putra Tunggal-Nya, Dia memberikan kita Kebenaran—Kebenaran yang mengubahkan kita ketika kita menerima-Nya. Apa yang Tuhan berikan saat Natal adalah sebuah hidup yang sepenuhnya baru.
Pada pasal pertama dari kitab Lukas, Elisabet berkata, “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” Elisabet berkata kepada Maria dan kepada kita semua, “Jika kamu sungguh-sungguh percaya apa yang malaikat katakan kepadamu mengenai bayi ini, jika kamu menerimanya, kamu akan diberkati.”
Kata “diberkati” saat ini sudah begitu rancu dan tidak bermakna. Dalam bahasa Inggris, kita menggunakan kata “blessed” seperti kata “inspired“. Tetapi dalam Alkitab bahasa Ibrani dan Yunani, kata “diberkati” memiliki arti yang jauh lebih dalam daripada itu. “Diberkati” berarti dibawa kembali kepada kepenuhan shalom, suatu fungsi manusia yang utuh. Hal itu berarti menjadi seperti apa yang Allah maksudkan sejak mulanya. Diberkati artinya dikuatkan dan dipulihkan dalam setiap bagian dari kapasitas kita sebagai manusia — benar-benar diubahkan.
Apa yang Elisabet katakan kepada Maria dan apa yang Lukas katakan kepada kita adalah, “Apakah kamu sungguh percaya bahwa ide indah mengenai inkarnasi ini sungguh akan terjadi? Jika kamu sungguh memercayainya, dan mengambilnya menjadi pusat hidupmu, kamu akan diberkati dan diubahkan sepenuhnya.”
Ketika kita membuka kado Natal dan kita menemukan Allah telah memberikan kita begitu banyak hadiah—kerapuhan demi hubungan yang intim, penghiburan atas penderitaan, kerinduan akan keadilan, dan kuasa atas prasangka.
Dalam segala bentuk relasi—pernikahan, orang tua-anak, rekan sekerja—dalam titik tertentu kita terlibat dalam percakapan seperti demikian:
“Kamulah yang seharusnya disalahkan!”
“Tidak, itu salahmu!”
“Tidak, kamu!”
“Tidak benar, kamu yang salah.”
Apa yang sedang terjadi? Relasi itu menjadi retak karena tidak ada pihak yang mau dipersalahkan, bergeser sedikit pun atau membuat kelonggaran. Tidak ada yang mau mengaku salah atau menurunkan pertahanannya. Dan sepanjang pertahanan itu ada, relasi itu akan terus memburuk.
Tetapi kemudian bila yang terjadi adalah seperti ini:
“Kamulah yang seharusnya disalahkan!”
“Tidak, itu salahmu!”
“Tidak, kamu!”
“Tidak benar, kamu yang salah.”
“Oke, saya yang salah.”
Seseorang menurunkan pertahanannya. Relasi itu kembali membaik karena ada satu orang rela mengatakan, “Ya, aku yang salah.” Seseorang membuat dirinya rentan untuk dipersalahkan, dan relasi itu dipulihkan. Pada faktanya, relasi itu sering kali menjadi lebih dalam dan intim dari sebelumnya.
Mengapa seseorang mau melakukan hal seperti ini? Karena di tengah semua teriakan permusuhan, ada seseorang yang memutuskan, meskipun pihak lain sudah begitu marah, ia ingin pihak lain itu kembali. Ia ingin relasi itu dipulihkan.
Satu-satunya cara untuk mewujudkannya adalah dengan menurunkan pertahanan, menjadi rapuh, dan membiarkan serangan verbal itu mendarat kepada kita. Rasanya memang menyakitkan, tetapi inilah satu-satunya cara. Inilah harga yang harus dibayar untuk tebusan atas relasi. Cara ini bekerja dengan baik karena kita adalah gambar dan rupa dari Dia, yang telah memberi contoh langsung secara ultimat dalam peristiwa Natal.
Dalam hadiah Natal, Tuhan yang Mahakuasa dan Perkasa itu menjadi seorang bayi, Ia memberi kita teladan utama untuk meruntuhkan pertahanan kita. C.S. Lewis menyatakannya seperti ini,
Kasihilah apa pun maka hatimu akan diperas dan mungkin saja hancur. Jika kamu mau memastikan hatimu tetap utuh, jangan berikan hatimu kepada siapa pun, bahkan tidak juga kepada hewan sekalipun. Bungkus hatimu baik-baik dengan kegemaranmu, mungkin sedikit kemewahan, tetapi hindari segala keterikatan. Simpan dan kunci di dalam peti keegoisanmu. Tetapi di dalam peti yang begitu aman, gelap, tidak terguncang, hatimu akan berubah. Ia tidak akan hancur, tetapi tidak akan mampu dipecahkan, tidak mampu ditembus, tidak bisa ditebus. Karena mengasihi sama artinya dengan menjadi rapuh.
Tidak ada jalan untuk memiliki relasi yang sejati tanpa menjadi rentan untuk disakiti. Dan Natal memberitahu kita bahwa Tuhan telah menjadi manusia yang lemah dan rapuh. Tuhan menjadi seseorang yang bisa kita sakiti. Mengapa? Untuk mendapatkan kita kembali.
Jika kamu memercayai hal ini dan mau menerimanya masuk ke dalam hidupmu, kamu akan diberkati. Saat kamu menerima kebenaran tentang apa yang Ia lakukan bagimu—betapa dirimu dicintai-Nya dan ketika kamu yakin mengenai hal itu—kamu akan dapat menurunkan dinding pertahananmu dalam hubunganmu dengan orang lain. Kamu tidak selalu perlu menjaga kehormatanmu. Kamu akan sanggup untuk menurunkan pertahananmu. Kamu akan mampu bergerak menuju relasi yang lebih intim dengan orang lain.
Apa yang ada dalam paket momen Natal? Kerapuhan-Nya untuk mendekatkan diri-Nya dengan kita, yang memberikan kita kesanggupan untuk menjadi rapuh agar dapat memiliki kedekatan dengan orang-orang di sekeliling kita.
Jika kamu percaya akan Natal—bahwa Tuhan menjadi manusia—kamu akan memiliki kemampuan untuk menghadapi penderitaan, sebuah aset yang orang lain tidak miliki.
Saat peristiwa 11 September terjadi dan orang-orang New York mulai menderita, kamu akan mendengarkan dua macam suara. Kamu mendengarkan suara moralistik konvensional yang berkata,”Ketika saya melihat kamu menderita, saya teringat akan Allah yang menghakimi. Kamu pasti telah hidup dengan tidak benar, karenanya Allah telah menghakimi kamu.”
Kemudian suara sekular berkata, “Ketika saya melihat kamu menderita, saya melihat Allah tidak ada.” Ketika mereka melihat penderitaan, mereka melihat Allah yang tidak ada dan acuh tak acuh.
Tetapi ketika kita melihat Yesus Kristus yang mati di kayu salib melalui penyiksaan dan ketidakadilan, Allah seperti apa yang kita lihat? Apakah Allah yang menghakimi? Tidak, kita melihat Allah yang penuh kasih menebus dosa-dosa kita. Apakah kita melihat Allah yang tidak ada? Tentu tidak! Kita melihat Allah yang tidak jauh di sana, namun Allah yang turut terlibat.
Terkadang kita bertanya-tanya mengapa Allah tidak begitu saja mengakhiri penderitaan. Tetapi kita mengetahui bahwa apa pun alasannya, tindakan-Nya bukanlah suatu ketidakpedulian maupun bentuk pengasingan atau pengabaian. Allah begitu membenci penderitaan dan kejahatan sampai Ia bersedia untuk datang dan terlibat di dalamnya.
Dorothy Sayers menuliskan,
Untuk alasan apapun, Tuhan memilih untuk menciptakan manusia sebagaimana adanya — terbatas, menderita dan takluk kepada kesedihan dan kematian—Dia telah jujur dan berani untuk menimpakan perbuatan-Nya pada diri-Nya sendiri. Apapun permainan yang Ia mainkan dengan ciptaan-Nya, Ia telah menaati aturan main-Nya dan bermain dengan adil. Dia tidak menuntut dari manusia apa yang tidak Ia tuntut sebelumnya dari diri-Nya sendiri. Dia telah membuat diri-Nya mengalami pengalaman manusia, dari permasalahan sepele dari kehidupan keluarga, dan suatu kekangan dari kerja keras serta kekurangan uang, sampai kengerian terburuk dari rasa sakit, penghinaan, kekalahan, keputusasaan, dan kematian. Ketika Ia adalah manusia, Ia bermain sebagai manusia. Ia lahir dalam kemiskinan dan mati dalam kehinaan, dan berpikir bahwa semuanya pantas dijalankan.
Hadiah Natal memberimu sebuah aset—kenyamanan dan penghiburan—untuk dapat menghadapi penderitaan, karena di dalamnya kita melihat kerelaan Allah untuk memasuki penderitaan di dalam dunia ini, menderita bersama dengan kita dan bagi kita.
Tidak ada agama lain, entah itu sekularisme, paganisme Yunani-Romawi, agama-agama timur, Yahudi, maupun Islam, memercayai Allah yang menjadi rapuh atau menderita atau memiliki tubuh.
Agama timur memercayai fisik adalah sebuah ilusi. Yunani-Romawi memercayai fisik itu buruk. Yahudi dan Islam tidak memercayai Allah bisa hidup di dalam daging.
Tetapi Natal mengajarkan bahwa Tuhan tidak hanya memerhatikan aspek spiritual saja, karena Dia bukan hanya merupakan roh lagi. Dia memiliki tubuh. Dia mengetahui apa rasanya menjadi miskin, menjadi orang asing, menghadapi penganiayaan dan kelaparan, disiksa dan didera. Dia mengetahui apa rasanya mati. Karenanya, ketika kita menggabungkan inkarnasi dan kebangkitan, kita melihat bahwa Tuhan tidak hanya memerhatikan kerohanian, namun Ia juga memedulikan tubuh. Dia menciptakan roh dan tubuh, dan Ia akan menebus roh dan tubuh.
Natal memperlihatkan kita bahwa Tuhan tidak hanya memedulikan permasalahan rohani saja, namun juga akan permasalahan fisik. Jadi kita bisa membicarakan orang yang ditebus dari kesalahan maupun ketidakpercayaan, sama halnya dengan mengusahakan jalan yang aman dan rumah penampungan bagi kaum papa. Karena Tuhan Yesus sendiri bukan hanya merupakan roh tetapi juga memiliki tubuh, hadiah Natalnya berupa hasrat untuk keadilan.
Ada banyak orang di dunia ini yang memiliki hasrat untuk keadilan dan belas kasihan untuk kaum papa tetapi pasti tidak memiliki jaminan bahwa keadilan suatu hari akan menang. Mereka hanya percaya bahwa jika kita cukup lama bekerja keras, maka kita bisa tenang dan membawa keadilan hadir di dalam dunia ini. Untuk orang-orang seperti ini, tidak ada penghiburan di kala segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik.
Tetapi orang Kristen tidak hanya memiliki hasrat untuk keadilan, tetapi juga suatu pengertian bahwa suatu hari keadilan akan menang. Ketika kita percaya dengan keadilan Tuhan, hasrat untuk keadilan yang paling realistis itu baru bisa muncul.
Terakhir, pada paket Natal, ada kemampuan untuk terhubung dengan bagian dari ras manusia yang kamu anggap rendah.
Pernahkah kamu menyadari bagaimana kisah akan inkarnasi dan kebangkitan begitu berpusat kepada perempuan? Apakah kamu menyadari perempuan, dan bukan pria, yang menjadi pusat dari cerita-cerita itu?
Sebagai contoh, dalam kisah kebangkitan, siapa satu-satunya orang di dunia yang mengetahui bahwa Yesus telah bangkit dari kematian? Maria Magdalena, seorang mantan pasien sakit jiwa, adalah satu-satunya yang diberitahu oleh Yesus untuk membawa berita ini ke seluruh dunia. Setiap orang dalam seluruh dunia mengetahui berita ini dari perempuan tersebut. Perempuan adalah orang pertama yang menemui Yesus bangkit dari kematian.
Pada peristiwa inkarnasi, berita itu datang kepada seorang perempuan. Tuhan memasuki dunia ini melalui rahim seorang remaja perawan berkebangsaan Yahudi yang miskin. Grup pertama yang merefleksikan hal ini secara theologis, mencoba untuk memeras isi kepala mereka, untuk mengerti apakah makna dan apa yang sebenarnya terjadi terhadap hubungan Maria dan Elisabet.
Kita tahu pada hari itu, wanita mempunyai status yang begitu rendah. Mereka dipinggirkan dan ditekan. Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa kesaksian seorang wanita tidak diterima di pengadilan. Mengapa? Karena anggapan buruk terhadap wanita pada hari itu.
Kita bisa berkata kepada diri kita sendiri, bukankah kita bahagia karena kita melewati semuanya itu? Ya, tetapi disini kita harus menyadari: Allah dengan sengaja bekerja lewat orang-orang yang disepelekan dunia. Saksi mata pertama terhadap kelahiran dan kebangkitan-Nya adalah orang-orang yang dunia katakan tidak bisa dipercaya, yang dianggap rendah oleh dunia.
Hari ini kita tidak menganggap wanita rendah, karena itu kita tidak melihat sisi ini ada di dalam cerita dan tidak menyadarinya ketika kita diberitahu mengenai cerita ini. Tetapi inilah yang diberitakan kepada kita: Natal adalah akhir dari keangkuhan. Natal adalah akhir dari pemikiran : “Oh, orang seperti itu.”
Kamu mungkin tidak menyepelekan wanita, tetapi mungkin sekali kamu menyepelekan seseorang. (Ya, pasti ada!) Kamu mungkin tidak rasis, tetapi kamu pasti menganggap rendah orang rasis. Kamu mungkin tidak fanatik, tetapi kamu mungkin memiliki orang-orang yang kita pikir, merekalah alasan permasalahan di dalam dunia ada.
Dalam salah satu khotbah Martin Luther mengenai Natal, dia bertanya sesuatu seperti, “Apakah kamu tahu seperti apa bau palungan itu? kamu tahu seperti apa bau keluarga itu setelah kelahiran-Nya? Ketika mereka pergi ke kota, jika mereka berdiri dekat kamu, apa yang kamu akan rasakan dan pikirkan mengenai mereka?” Dia mengatakan, “Saya mau kamu melihat Kristus di dalam tetangga yang kamu remehkan—dalam partai politik yang kamu sepelekan, dalam ras yang kamu anggap rendah, dan orang dalam strata tertentu yang kamu anggap remeh.”
Natal adalah akhir dari pemikiran bahwa kamu lebih baik dari orang lain, karena Natal memberi tahu bahwa kamu tidak bisa pergi ke surga dengan kekuatanmu sendiri. Tuhan harus datang kepadamu. Kisah Natal ini memberi tahu kepadamu bahwa orang yang diselamatkan bukanlah orang yang bangkit dengan kemampuannya sendiri dan menjadi apa yang Tuhan inginkan. Keselamatan datang dari Orang yang bersedia mengakui betapa lemah diri-Nya.
Dalam Natal, ada ruang bagi kebanyakan dari kita yang tidak merasa membutuhkannya. Kita mungkin sanggup untuk mengakui bahwa kita memiliki masalah kerapuhan, atau bahwa kita membutuhkan bantuan untuk menangani penderitaan, atau bahwa kita membutuhkan hasrat lebih untuk keadilan. Tetapi hampir tidak ada orang yang mengatakan, “Apa yang saya akan lakukan dengan prasangka dan keangkuhan saya? Saya benar-benar membutuhkan bantuan untuk menanganinya.”
Apakah kamu mengingat betapa angkuhnya dirimu ketika remaja? Remaja secara umum tidak ingin berurusan dengan orang yang tidak berpakaian benar atau tidak terlihat keren. Apakah kita pernah memikirkannya? Kamu belum benar-benar menyelesaikannya. Kamu hanya menemukan cara yang lebih diterima secara sosial untuk mengekspresikannya. Coba lihat, remaja melepaskan aspek dari natur manusia itu dan tidak menyadari betapa bodoh mereka kelihatannya, dan setelah beberapa lama mereka menyingkirkannya. Tetapi sesungguhnya mereka hanya menutupinya. Ada berbagai jenis orang yang kamu pandang rendah dan tidak ingin berurusan dengan mereka – dan kamu tahu itu. Tetapi dalam Natalmu akan mempunyai sumber daya untuk menghancurkan itu — untuk menghapusnya dan mengambilnya.
Ada hadiah yang datang bersama dengan paket Natal—kerapuhan akan keintiman, kekuatan untuk penderitaan, hasrat atas keadilan dan kuasa atas prasangka. Kamu akan diberkati jika kamu membuka hadiah ini dan membawanya masuk ke dalam hidupmu. Jika kamu melakukannya, kamu akan diberkati. Kamu akan diubahkan.
Oleh: Timothy Keller