Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.

Lukas 2:8-9

Tidak ada perayaan Natal yang lengkap tanpa segerombolan gembala yang remeh. Para gembala dikejutkan oleh kemunculan malaikat yang secara tiba-tiba, mereka kagum akan kabar baik dari malaikat tersebut dan bergegas pergi ke Bethlehem untuk melihat Sang Juruselamat. Kemudian mereka kembali ke kawanan ternaknya, mereka memuji Tuhan dan memberitakan hal tersebut kepada mereka yang ingin mendengar tentang kelahiran Anak yang dipilih.

Selesai mereka menyebarkan kabar baik, mereka kemudian meninggalkan panggung kisah Natal, dan kita seringkali melupakan mereka.

Tapi mengapa kabar tersebut disampaikan kepada mereka? Kenapa tidak kepada para imam dan raja? Siapakah mereka sehingga mereka menjadi saksi kemuliaan Allah dan menerima kabar mengenai kelahiran teragung di sepanjang sejarah?

Di zaman Tuhan Yesus, para gembala berada di posisi terbawah dalam struktur sosial Palestina. Mereka berstatus sama dengan para pemungut pajak dan pembersih kotoran. Hanya Lukas yang menyebutkan mereka.

Pada masa para leluhur, penggembalaan adalah pekerjaan yang mulia. Gembala disebutkan lebih awal, dalam kejadian 4:20, di mana Yabal disebut sebagai bapa orang yang diam dalam kemah dan memelihara ternak. Dalam masyarakat nomaden, setiap orang, baik tuan ataupun budak adalah seorang gembala. Anak-anak kaya raya seperti Ishak dan Yakub pun memelihara ternak (Kejadian 30:29, 37:12). Yitro, imam di Midian, memperkerjakan putrinya sebagai gembala (Keluaran 2:16).

Ketika kedua belas suku israel berpindah ke Mesir, mereka menemukan gaya hidup yang asing bagi mereka. Orang Mesir adalah bertani. Sebagai petani, mereka memandang hina penggembalaan karena domba dan kambing membawa kematian bagi tanaman. Pertikaian akan petani dan penggembala telah terjadi begitu lama. Pembunuhan pertama dalam sejarah dimulai dari kemarahan seorang petani terhadap seorang gembala (Kejadian 4:1-8).

Orang Mesir menganggap domba tidak layak untuk mendapat makanan dan pengorbanan. Kesenian dan sejarah Mesir mencatat gambaran gembala yang negatif. Bertetangga dengan Arab, musuh mereka yang adalah gembala, dan kebencian Mesir memuncak saat Raja yang juga gembala merebut hilir Mesir.

Para punggawa Firaun memandang rendah anak-anak Yakub yang menggembalakan ternak. Yusuf tanpa basa-basi memberitahu saudara-saudaranya, “segala gembala adalah suatu kekejian bagi orang Mesir” (Kejadian 46:34)

Selama 400 tahun, orang Mesir mencurigai sikap penggembalaan Israel. Keturunan Yakub menjadi terbiasa dengan gaya hidup menetap dan melupakan gaya hidup nomaden. Ketika Israel kemudian menetap di Kanaan (1400 SM), beberapa suku masih mempertahankan kesukaan akan kehidupan beternak dan memilih tinggal di Transyordania (daerah sebelah Timur sungai Yordan) (Bilangan 32:1-42).

Setelah menetap di Palestina, penggembalaan dihentikan untuk menahan kepentingan posisi tersebut. Saat orang Israel memperoleh lebih banyak lahan pertanian, penggembalaan menurun. Penggembalaan menjadi pekerjaan rendahan didalam kelompok kerja.

Sekitar 1000 SM, kemunculan Daud sebagai raja mengangkat citra para gembala. Kerendahan hati Daud membuat pengangkatannya sebagai raja menjadi mencolok. Sedangkan bagian puitis dari kitab suci mencatat kiasan positif untuk penggembalaan, di mana para sarjana percaya bahwa itu menunjukan idealisme sastra, bukan kenyataan. 

Pada zaman para nabi, penggembala melambangkan penghakiman dan kehancuran sosial (Zefanya 4:6). Amos membandingkan panggilannya sebagai nabi dengan peran sebelumnya sebagai gembala (Amos 7:14). Joachim Jeremias mengatakan bahwa para gembala “dihina dalam kehidupan sehari-hari”. Secara umum, mereka dianggap kelas dua dan tidak dipercaya.

Penggembalaan tidak hanya kehilangan keluasan daya tariknya, ia juga kehilangan penerimaan sosialnya. Beberapa gembala mendapatkan reputasi yang buruk, tetapi sebagian lagi menjadi korban dari stereotip yang kejam. Para pemimpin agama memfitnah para gembala, para rabi melarang penggembalaan domba dan kambing di Israel, kecuali di dataran gunung.

Misnah, catatan Yudaisme mencatat tentang hukum lisan, yang juga menggambarkan prasangka ini, dalam istilah yang meremehkan gembala. Satu bagian menggambarkan bahwa mereka tidak kompeten, bagian lain menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang harus merasa berkewajiban untuk menyelamatkan gembala yang terjatuh ke dalam lubang.

Yeremia mendokumentasikan fakta bahwa semua hak sipil para gembala telah dirampas. Mereka tidak dapat memenuhi kantor peradilan atau diterima di pengadilan sebagai saksi. Dia menuliskan, “Dilarang untuk membeli wol, susu, atau anak kambing dari seorang gembala karena bisa jadi itu adalah barang curian.”

Yeremia juga mencatat, “Para rabi bertanya dengan heran, mengingat sifat hina dari gembala, bagaimana menjelaskan fakta bahwa Allah disebut sebagai “gembalaku” di Amsal 23:1.

Para pemimpin agama yang sombong menjaga dengan ketat sistem kasta mereka ketika berhadapan dengan gembala maupun dengan kelompok kecil yang lain. Dulu gembala diberikan label sebagai “orang berdosa”, sebuah istilah untuk kelompok orang yang terhina.

Di dalam konteks sosial di mana terjadi keangkuhan agama dan pertikaian antar kelas sosial, Anak Allah melampaui hal tersebut. Betapa mengejutkannya bahwa Allah Bapa memilih para gembala yang sederhana menjadi yang pertama menerima kabar baik : “Dia laki-laki, dan Dia adalah Mesias”.

Sungguh penghinaan bagi para pemimpin agama yang tidak ada dalam daftar pilihan Allah. Bahkan sejak lahir, Kristus berada di antara yang rendah. Ia datang untuk menyelamatkan orang berdosa, bukan orang benar (Markus 2:17)

Para agamawan sombong pada zaman Kristus dikesampingkan dan hilang, tetapi sosok gembala diangkat dalam kehidupan gereja sebagai jabatan kependetaan yang “menggembalakan ternaknya”. Gambaran tersebut diabadikan oleh Tuhan Yesus ketika Dia berkata, “Aku adalah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yohanes 10:11). Kristus juga adalah gembala yang agung (Ibrani 13:20) dan gembala utama (1 Petrus 5:4). Tidak ada ilustrasi lain yang begitu jelas menggambarkan kelembutan dan pimpinan tangan-Nya.

Saat kita memandangi adegan kelahiran Yesus dan tersenyum pada gembala-gembala yang remeh itu, jangan sampai melupakan ironi yang mencolok ini. Gembala kecil yang terpinggirkan oleh elit sosial dan agama, dipilih untuk memecahkan keheningan selama berabad-abad, menyiarkan kelahiran Mesias.

 

Oleh: Randy Alcorn