“Lalu kata malaikat itu kepada mereka, ‘Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: kami akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.’ Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tantara sorga yang memuji Allah, katanya,
‘Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!’”
Lukas 2:10-14
Orang senang untuk merayakan sesuatu. Orang senang untuk melepaskan diri dari rutinitas hidup dan mengadakan perayaan. Saat ini di seluruh dunia, lampu-lampu digantung, musik tertentu sedang disiarkan, pepohonan dihias, hadiah telah dibeli dengan penuh kasih, dan pesta mewah sedang dipersiapkan. Kutukan atas Tanah Narnia yang ditulis C. S. Lewis adalah musim dingin yang akan selalu ada tetapi tidak dengan Natal.
Betapa monoton dan membosankan serta kelesuan yang suram! Hidup harus diselingi dengan perayaan. Itu adalah dorongan manusia secara universal. Dan dari mana dorongan ini berasal? Tuhan menciptakan kita dengan cara ini. “Apa tujuan utama manusia?” tanya Katekismus Westminster. “Tujuan utama manusia adalah memuliakan Tuhan dan menikmati-Nya selamanya.” Dan itulah yang seharusnya layak dirayakan.
Beberapa tahun yang lalu saya membaca sebuah cerita tentang sebuah pawai di suatu tempat yang bertemakan “Louie, Louie” —lagu rock and roll lama. Tidak ada alasan untuk mengadakan pawai ini. Penyelenggara menjelaskan bahwa ia hanya ingin mengadakan pawai tersebut, dan lagu itu adalah alasan yang baik. Apakah kita memiliki alasan yang konyol ataupun alasan yang kuat, kita tetap akan melakukan perayaan, karena Tuhan menciptakan kita seperti ini. Dan kita yang adalah milik Yesus mempunyai alasan kuat untuk melakukan perayaan. Tuhan telah datang. Tuhan telah menunjukkan bahwa hidup ini bukanlah satu-satunya kehidupan yang kita ketahui, dan bahwa dunia ini bukanlah satu-satu kenyataan yang kita alami. Tuhan telah membuka gerbang surga bagi kita melalui Kristus Putra-Nya. Kita telah menyaksikan perayaan yang sedang berlangsung di dalam gerbang itu. Dan ke sanalah tujuan kita!
Tuhan telah menetapkan di hadapan kita alasan kuat atas perayaan penuh sukacita di dalam kelahiran Yesus Kristus. Mari melihat Lukas 2:8-14 untuk menemukan beberapa alasan tersebut.
Alasan nomor 1 untuk bersukacita: Tuhan ada di sana di dalam kemuliaan-Nya. Dahulu kala di malam hari, para gembala menjaga domba mereka untuk kesekian malam secara berturut-turut. Leluhur mereka juga melakukan hal yang sama di bukit yang sama selama beberapa generasi. Sebuah rutinitas yang ketat. Dan kemudian Tuhan mendobrak rutinitas itu melalui pemberitaan malaikat-Nya! Dan ketika Tuhan melakukannya, ayat 9 berkata,”Kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka.” “Kemuliaan” Tuhan adalah keindahan-Nya yang bersinar. Dan Dia membuat kemuliaan-Nya nampak pada peristiwa khusus saat itu; kemuliaan-Nya “bersinar” meliputi mereka. Ia menyingkapkan tirai langit sehingga para gembala dapat melihat realita – kemuliaan-Nya, yang selalu ada tetapi tersembunyi dari pandangan kita.
Langit pada waktu malam yang ada di atas kita bukanlah batas absolut dari realita. Mata alamiah kita hanya memahami secara samar keutuhan dari apa yang ada. Rutinitas kita bukanlah keseluruhan dari apa yang Tuhan sediakan untuk kita. Ketika Dia membuka langit di atas Betlehem, kemuliaannya menembus kegelapan kita. Kita tidak ditinggalkan sendirian. Tuhan ada di sana. Betapa sederhana dan maha indah. Saya ingat pernah mendengar Francis Schaeffer berdoa. Dia mulai dengan berkata, “Tuhan, saya bersyukur karena Engkau ada.” Saya tidak pernah berpikir untuk beryukur kepada Tuhan atas hal itu. Tapi sangatlah jelas. Betapa kita bersukacita karena ada pribadi yang mulia seperti Allah.
Tetapi bagi para gembala ini, kemuliaan Tuhan yang langsung dinyatakan itu tidak memberikan sukacita. Mereka ketakutan. Kita pun mengalaminya. Dan tidak hanya karena kita begitu kecil dan tidak menarik dibandingkan kemuliaan-Nya. Perasaan bersalah kitalah yang membuat Tuhan menakutkan. Kita dapat menghadapi Santa Claus. Kita membantu anak-anak mengantre untuk berfoto dengannya. Tetapi Tuhan? Bagaimana jika Ia menyatakan diri-Nya di mal? Tidak akan ada yang membentuk baris. Kita akan berpencar. Tuhan menakutkan bagi pendosa yang bersalah, meskipun Ia sendiri Maha Indah. Tetapi Tuhan mengejar kita, meskipun kita menghindari-Nya. Dirinya sendiri yang berinisiatif untuk menerobos terror kita.
Alasan nomor 2 untuk bersukacita: Tuhan itu baik, dan kebaikan-Nya bersifat menyebar (spreading nature). Malaikat meyakinkan para gembala dengan kabar baik. Tapi tidak hanya kabar baik. Kabar baik tentang kesukaan. Tapi tidak hanya kabar baik tentang kesukaan. Kabar baik tentang kesukaan yang besar, yang intens, yang melimpah, penuh, dan meluap. Dan ketika malaikat mengakhiri beritanya, berlaksa malaikat tetiba turun dari surga, membanjiri langit, memuji Tuhan. Saya bertanya-tanya, seperti apakah suaranya? Kita tahu dari Yesaya 6 bahwa ambang pintu bait suci berguncang karena suara seraphim. Apakah pujian surgawi berupa ledakan gemuruh sukacita? Saya bertanya-tanya. Tetapi bagaimanapun juga, inilah intinya. Jika Tuhan tidak berkenan dan kecewa dan sedih dan jengkel, bagiaman anda menjelaskan sukacita para malaikat? Sebenarnya, kita tidak pernah melihat Tuhan sendiri di dalam teks ini. Semua yang ditunjukkan pada kita hanyalah bagian permukaan dari kehadiran Tuhan, pengaruh kemuliaan-Nya terhadap para pelayan malaikat-Nya. Dia membiarkan kita merasakan pinggirannya. Dia mengizinkan kita suara surga, saat pintu surga terbuka sebentar sebelum tertutup kembali. Tetapi kita melihat secara cukup untuk mengetahui bahwa kehadiran-Nya berupa sukacita yang penuh.
Alasan nomor 3 untuk bersukacita: Tuhan itu relevan. Dia telah memberikan kita seorang Juruselamat. Juruselamatlah yang paling kita butuhkan. Jika saya tidak merindukan seorang Juruselamat, sayalah yang tidak relevan. Hal terbesar yang dilakukan Tuhan adalah memberikan kita seorang Juruselamat. Tuhan sendirilah yang mendefinisikan relevansi yang sebenarnya di sini, karena kita yang mendasar bukanlah masalah keuangan atau politik atau intelektual atau psikologi. Masalah kita yang mendasar adalah masalah moral. Jika Tuhan menebarkan sukacita ke mana pun Ia berjalan, kita menebarkan masalah ke mana pun kita berjalan. Lihatlah sejarah dunia. Sebagian besar manusia di muka bumi ini hanya menginginkan kebahagiaan. Kita tidak menginginkan hal-hal yang buruk. Kita hanya ingin menjalani kehidupan kita dengan tenang dan dibiarkan sendiri. Dan jika hampir semua orang merasakan hal yang demikian, apa yang salah? Mengapa dunia ini berantakan? Anda dan saya adalah masalahnya. Niat baik kita tidak cukup kuat untuk mengontrol dorongan jahat dalam diri kita. Kita membutuhkan seorang Juruselamat untuk menyelamatkan kita dari diri kita sendiri. Dan Tuhan, dengan pengertian dan kasih-Nya yang begitu besar, telah memberikan kita apa yang paling kita butuhkan—seorang Juruselamat di dalam Yesus Kristus. Kita yang telah datang kepada Kristus tidak akan selalu seperti saat ini. Dunia tidak akan selalu seperti sekarang ini. Juruselamat telah datang. Kejahatan dikalahkan. Hari-hari terbaik kita masih membentang di depan.
Alasan nomor 4 untuk bersukacita: Tuhan akan memastikan bahwa Dialah yang menerima kemuliaan tertinggi. “Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang maha tinggi” adalah yang disiarkan paduan suara malaikat ke dunia yang diperbudak obat-obatan dan kebohongan yang jahat, dan mimpi yang hancur dan cela secara menyeluruh. “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi” diserukan bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari dosa kita. Allah berkuasa atas segalanya, dan Allah tidak akan membiarkan kejahatan berhasil di dunia ini. Dia akan mendapatkan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri dari dunia ini. Dan demikianlah seharusnya. Jika hati Tuhan hanya untuk mencintai yang terbaik, maka Tuhan mencintai kemuliaan-Nya sendiri di atas segalanya. Dia tidak akan berbagi kemuliaan dengan siapa pun, dan itulah hal terindah tentang Tuhan. Dia tidak akan melepaskan ke-Tuhan-an-Nya sendiri. Bagaimana jika dia melakukannya? Di manakah kita nantinya? Dia yang terus menuntun sejarah dan kehidupan kita dengan setia sampai akhir yang memuliakan Tuhan.
Bukankah menarik bahwa di dalam kartu Natal dan di pajangan umum kita sering melihat kalimat, “Damai sejahtera di bumi, kebaikan mengikuti manusia?” Tetapi betapa jarangnya kita melihat kalimat, ”Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang maha tinggi.” Tetapi tidak ada damai sejahtera, tidak ada kebaikan, kecuali kemuliaan Tuhan yang tertinggi terlebih dahulu. Kita lupa mengutamakan kemuliaan Tuhan. Puji syukur, Dia tidak lupa. Allah akan dimuliakan.
Apakah Anda atau saya akan mengumumkan berita ini seperti yang dilakukan para malaikat, dengan memuliakan Tuhan terlebih dahulu? Jelas, para malaikat tidak memahami pentingnya relevansi dan kontekstualisasi dan kebutuhan yang terpenuhi. Mereka mulai dengan Tuhan, bukan dengan damai sejahtera di bumi! Mengapa? Karena pesan yang paling relevan untuk dunia yang hancur karena dosa ini adalah, sedang, dan akan selalu, “Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang maha tinggi.” Seluruh masalah kita adalah kita mengabaikan Tuhan. Tetapi, berita terbaik bagi pendosa seperti Anda dan saya adalah, apa pun yang mungkin kita lakukan, Tuhan tetaplah Tuhan, Tuhan mulia, dan kemuliaan Tuhan yang tertinggi di atas semua realitas lainnya. Dan ketika kerajaan-Nya yang mulia akhirnya digenapi, maka akan ada damai sejahtera yang sempurna di bumi, kebaikan kepada manusia — yang menuntun kita pada alasan berikutnya.
Alasan nomor 5 untuk bersukacita: Tuhan ada di pihak kita. “Di bumi, damai sejahtera bagi orang-orang yang berkenan kepada-Nya.” Kata “damai sejahtera” dalam ayat 14 bukan berarti perdamaian politik, bukan penyelesaian yang dinegosiasi, bukan lingkungan yang tidak dikendalikan dengan baik, bukan detektor logam di sekolah menengah atas kita. Damai sejahtera Allah adalah jawaban langsung terhadap hal manusiawi yang paling dirindukan oleh manusia. Dan hal terutama yang perlu dilihat adalah damai sejahtera ini mengalir dari “Kemuliaan Allah di tempat yang maha tinggi.” Pengkhotbah Puritan, Richard Sibbes mengatakan:
Tuhan telah menggabungkan keduanya sebagai satu tujuan utama dan yang baik. Yang satu, bahwa dia akan dimuliakan. Yang lainnya, agar kita berbahagia. Dan keduanya dicapai dengan memuliakan dan melayani-Nya… Jadi kebahagiaan kita dan tujuan utama Tuhan bersatu… Betapa manisnya hal ini di dalam Tuhan, bahwa dalam mencari kebaikan kita sendiri kita akan memuliakan Dia.
Saat ini manisnya Tuhan kembali menghampiri kita, seperti halnya para gembala di masa lalu. Dia memanggil kita untuk menerima Juruselamat kita dengan ucapan syukur dan sukacita. Dia memanggil kita untuk bergabung di dalam perayaan surgawi, sehingga kita berbahagia karena Ia dimuliakan.
Tuhan telah datang kepada kita di dalam Kristus untuk membawa kemuliaan bagi diri-Nya di tempat yang maha tinggi saat dia memberikan kita damai sejahtera di sini, di dalam hidup kita. Apa yang dapat kita lakukan selain bersukacita?
Oleh: Raymond C. Ortlund Jr.