“Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.”

Lukas 2:21

Delapan hari setelah kelahiran Yesus yang menakjubkan, orang tua-Nya menyunat Dia sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dalam hukum Yahudi. Ini dilakukan sesuai dengan hukum Musa di dalam Perjanjian Lama (Imamat 12:1-8). Ritual penyunatan telah dilembagakan oleh Tuhan sebagai tanda lahiriah dari kovenan-Nya dengan Abraham. Kata “kovenan” mengindikasi sebuah persetujuan atau kontrak antara dua atau sekelompok orang. 

Bagian yang paling vital dari kovenan adalah pengesahannya. Pengesahan tersebut biasanya melibatkan ritual darah. Bahasa Ibrani dari “kovenan” adalah “berith”. Istilah aslinya memiliki arti sebuah “pemotongan”. Ini sangat penting karena di dalam Israel kuno sebuah kovenan bukan hanya tertulis saja, tapi juga dialirkan darah. Upacara penyembelihan yang asli yang mengesahkan kovenan Allah dan Abraham adalah upacara penyembelihan dari penyunatan. 

Sunat merupakan tanda dari penyertaan dan sekaligus juga kutuk. Ini mengindikasikan janji berkat sebagaimana kulit khatan dipotong atau dipisahkan dari tubuh, seperti itulah Israel dipisahkan dari atau dikuduskan untuk Tuhan. Keturunan dari Abraham dijanjikan sebuah berkat khusus jikalau mereka tetap berpegang pada iman dengan kovenan. Kesempatan atau berkat khusus tersebut ditandai di dalam daging orang-orang yang disunat. Dalam saat yang bersamaan kulit khatan yang disunat merupakan peringatan berkala dari kutuk yang akan dijatuhkan pada orang yang tidak taat pada ketentuan. Hukuman dari kegagalan menyunat anak lelaki adalah “dipisahkan dari umat Allah”. Jikalau tidak disunat bagi Tuhan, maka orang itu harus disunat dari Tuhan dan bangsa Israel. 

Sebagai tanda kutuk dari kovenan, penyunatan menyimbolkan ide demikian: “Jikalau saya gagal untuk memenuhi persyaratan dari kovenan, maka saya akan dipisahkan dari Allah dan segala berkat-Nya walaupun kulit khatan saya telah dipotong.”

Ketika Yesus mati di atas kayu salib, Dia mengambil kutuk itu sepenuhnya oleh karena umat-Nya. Salib adalah upacara ultimat dari penyunatan.

Simbol dramatis dari upacara ini menemukan ekspresi tertingginya pada penyaliban Kristus. Ketika Yesus mati di atas kayu salib, Dia mengambil kutuk itu sepenuhnya oleh karena umat-Nya. Salib adalah upacara ultimat dari penyunatan. 

Ketika Yesus dibawa orang tua-Nya untuk disunat, kita melihat ketaatan-Nya pada Hukum Taurat dari kovenan. Yesus sekarang menjadi Ahli waris dari kovenan Israel. Bahwa sanksi dari kovenan dikenakan kepada Anak Allah menunjukkan baik penghinaan maupun kemuliaan-Nya. Dia sekarang berperan sebagai Adam yang baru, Pencipta dari kemanusiaan yang dimuliakan. Dialah yang ditetapkan untuk memenuhi setiap detil dari Hukum Taurat dan memenangkan berkat dari kovenan untuk umat-Nya. Dimana kita gagal dan menjadi pelanggar kovenan, pantas mendapatkan kutuk dari kovenan, Kristus, pemenang kita, berhasil dalam berperan sebagai Adam yang baru, pemelihara perjanjian yang ultimat. 

Kita tidak hanya ditebus oleh kematian Kristus; kita juga ditebus oleh kehidupan Kristus. Kematian-Nya di atas kayu salib menyatakan titik terendah dari penyiksaan-Nya sebagaimana Ia menanggung kutuk itu bagi kita. Tapi itu hanya bagian dari kemenangan penebusan-Nya. Ini tidak cukup bagi kita untuk menebus dosa-dosa kita. Untuk menerima berkat dari kovenan kita harus mengerjakan kebenaran yang sesungguhnya. Kita memerlukan apa yang tidak bisa kita sediakan sendiri. Pahala dari kebenaran ini kita terima secara cuma-cuma melalui ketaatan sempurna dari kehidupan Kristus. 

Kita melihat bahwa penyunatan yang dijalani oleh Kristus bukan hanya bagian dari ritual yang tidak berarti; Dia memulai jalan penebusan sebagai Adam Baru. 

Waktu ketika Yesus dibawa untuk disunat Dia juga menerima nama-Nya: “Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya” (Lukas 2:21).

Tindakan dari ciptaan ilahi mendemonstrasikan kekuatan menghasilkan sesuatu dari ketiadaan. Kandungan di dalam rahim Maria adalah tindakan ilahi dari penciptaan yang dicicptakan dari ketiadaan. Ini adalah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Allah.

Yesus tidak menerima nama-Nya dari Maria dan Yusuf. Merupakan kebiasaan bagi orang tua untuk memberikan nama bagi anaknya. Tapi dalam kasus Yesus, nama-Nya dimandatkan oleh malaikat:

Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” (Matius 1:20-21)

Ada dua alasan nama Yesus diberikan oleh malaikat. Pertama-tama adalah karena keunikan ketika Yesus dikandung dan dilahirkan. Yesus secara unik adalah Anak Allah. Dia adalah Anak Allah yang tunggal (Yoh 1:14). Proses Yesus dikandung berbeda dengan bayi lainnya. Dia dikandung bukan dengan cara seperti manusia pada umumnya, tetapi dengan kekuatan dari Roh Kudus.

Di sini kita diingatkan kembali tentang kejadian dari penciptaan. Kita membaca dalam narasi alkitab, deskripsi dari penciptaan mula-mula ini: “Bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kej 1:2). Roh yang melayang di atas laut adalah awal dari alam semesta yang berdenyut. Sebagaimana Roh Kudus menaungi kedalaman dan melahirkan alam semesta yang diciptakan, demikian pula Roh yang sama menaungi seorang perawan jelata untuk mengandung Anak Allah.

Arti penting kedua dari nama Yesus melampaui persoalan dari sumber dan menyentuh tujuan kehidupan-Nya. Nama-Nya diberikan oleh Tuhan untuk mengindikasi panggilan ilahi. Ia dinamai “Yesus”- yang berarti “Tuhan menyelamatkan”- karena tugas-Nya adalah untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa. Walaupun kelahiran Yesus disertai penghinaan, khususnya ketaatan-Nya pada ketentuan hukum dan Dia tereksposur terhadap kutuk dari Hukum Taurat, kelahirannya adalah tanpa elemen kemuliaan-Nya. Pembuahannya ada dalam kemuliaan, dan panggilan-Nya yang terindikasi dalam nama-Nya adalah panggilan yang mulia. 

 

Oleh: R. C. Sproul