Ketika membaca judul artikel ini kita sebagai pemuda yang mengaku Kristen kebanyakan akan bertanya, orang Kristen boleh kaya gak? Sekaya apa? Bagaimana cara jadi kaya tapi gak berdosa sama sekali? Dan saya akan bertanya, mengapa ekonomi yang hanya merupakan salah satu bidang dari seluruh lingkup hidup kita menjadi kekuatan yang luar biasa menarik kita terfokus mati-matian kepadanya dan cenderung mengabaikan sisi-sisi kehidupan kita yang lain sejak kita kecil?

Setiap tindakan aspek hidup kita banyak dibentuk dari filsafat-filsafat yang tidak kita ketahui tetapi kita menghidupinya secara alamiah termasuk dalam ekonomi. Mari kita melihat dua sistem ekonomi raksasa yang paling terkenal yaitu Kapitalisme dan Sosialisme. Karl Marx adalah tokoh paling berjasa bagi perkembangan sosialisme atau komunisme. Pandangan ini sudah ada akarnya dari Plato (De Republica), Thomas More (Utopia), Francis Bacon (New Atlantis), dan Tomasso Campanella (City of The Sun). Marx yang ditemani Friedrich Engels dipengaruhi oleh konsep “Negara impian” atau “Utopia” di mana suatu hari kelak dipercaya akan ada pemerataan yang sempurna dalam suatu negara dan tidak ada perbedaan antar individu bahkan baju harus seragam sehingga tidak perlu mengikuti mode yang sedang trend. Orang tidak akan saling iri hati, tidak ada persaingan, hidup akan tenang selalu. Semua diatur oleh pemerintah secara merata. Tanpa dilanjutkan lagi kita sudah tahu bahwa dalam sejarah system ini sudah gagal. Mengapa? Karena Marx yang adalah ateis tidak mengerti apa itu the fall dan total depravity. Ekonomi dianggap akan menyelamatkan manusia dan dapat menciptakan “surga” di dunia. Utopia ternyata bukan surga, tetapi kuburan bagi pikiran manusia yang mau melampaui Allah. Jangankan negara yang sempurna, gereja yang sempurna pun tidak akan pernah ada di dunia sampai Kristus datang kembali.

Berbeda dengan Komunisme, Kapitalisme yang dikembangkan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations justru mengandalkan keberdosaan itu dan dianggap sebagai faktor pertumbuhan ekonomi, jika Marx mengabaikan fakta keberdosaan manusia. Smith memakai istilah greedy. Contoh yang terkenal adalah seorang tukang roti bangun pagi-pagi bukan untuk pelanggannya bisa menikmati rotinya, tetapi supaya rotinya cepat habis dan dia dapat untung. Ini disebut self-interest. Smith mengakui private property dan intervensi pemerintah harus minim. Dia percaya dampak dari self-interest akan membangun perekonomian. Ini dikenal dengan invisible hands. Teori ini berhasil membuat sebuah sistem ekonomi yang hingga sekarang mendominasi dunia ini.

Dalam konteks kapitalisme hari ini, mari kita selidiki beberapa poin:

Pertama, istilah self-interest oleh banyak pengamat dibedakan dengan selfishness padahal kedua istilah ini sangat dekat. Banyak orang mengandalkan kemampuan atau keterampilan yang dia miliki untuk bekerja mengumpulkan harta dan selama itu tidak melanggar hukum akan dianggap suatu yang legal bagi dunia dan tidak berdosa di hadapan Tuhan. Benarkah demikian? Padahal Alkitab mengajarkan, tanpa mengetahui panggilan, kita tidak akan pernah benar di hadapan Tuhan. Orang Kristen yang opportunist tidak berbeda dengan orang dunia karena tidak mengetahui apa yang Tuhan mau, tetapi apa yang dia atau dunia sekitarnya mau. Kita sering memaksa Tuhan menyetujui kemauan kita dan menjadikan Tuhan pembantu kita. Jika setiap orang hanya perlu menjawab keperluan dan kemauan diri kita sendiri maka sangat mungkin kita tidak akan mengenal seorang pendeta yang bernama Stephen Tong. Karena beliau sudah memilih menjadi musikus, arsitek, designer, pelukis, atau apapun itu, namun di luar kehendak Allah. Bakat yang kita miliki tidak boleh kita buang karena itu berasal dari Allah, tetapi bukan kita pakai sesuai setting dari dunia ini yang mengarahkan kita pada pemujaan diri dengan memakai istilah professional.

Kedua, pengakuan pada private property. Kita sebagai peta teladan Allah mempunyai fungsi sebagai nabi, imam, dan raja. Di dalam Kej 1:28 kita dipanggil untuk menguasai alam yang merupakan fungsi kita sebagai raja. Maka kita pun menerima private property. Lalu apakah kita sama dengan pandangan Adam Smith dalam poin ini? Tidak! Kita memang harus menjaga dan memelihara apa yang Tuhan percayakan pada kita, yaitu alam ini, tetapi jangan lupa bahwa kita hanya sebagai steward atau pemegang kunci yang harus siap sedia ketika Tuan kita datang, kita harus memberi pertanggungan jawab atas anugerah yang dipercayakan pada kita karena itu semua adalah milik Tuhan secara total walaupun kita yang “bersusah payah menghasilkannya”. Hidup kita sendiri pun adalah milik-Nya. Orang dunia tidak berjiwa steward seperti yang Alkitab ajarkan.

Ketiga, Smith menentang pemerintah yang intervensi terlalu banyak. Dia tidak percaya akan maksud baik pemerintah. Dia berkata “No one need plan. No sovereign need rule. The market will answer all things”. Inikah yang kita hidupi? Allah yang dinyatakan Alkitab adalah Allah Pencipta langit dan bumi yang sovereign secara absolut atas segala sesuatu. Seluruh hidup manusia harus merupakan respons kepada Allah yang sovereign itu, termasuk di dalam relasi sebagai seorang warga negara di bawah pemerintah.

Mari kita menyadari bahwa ekonomi seorang Kristen bukan kapitalisme atau sosialisme, tetapi panggilan dan posisi kita sesuai dengan yang Allah inginkan. Apapun bidang yang Tuhan percayakan kepada kita dan di mana Tuhan menempatkan kita, itu adalah tugas mulia dan merupakan ibadah kita. Dunia yang digoncang oleh Tsunami ekonomi tahun ini mungkin masih tidak banyak mengganggu kenyamanan kita sehingga sebagian daripada kita masih merasa cuek. Benarkah sikap seperti ini? Dunia membutuhkan rasa baru yang dinanti-nantikan ratusan tahun. Siapa yang memberikan rasa itu? Orang Kristen. Karena kita dipanggil untuk itu. Lewat artikel singkat ini saya sama sekali tidak bermimpi akan melihat perubahan ekonomi di negara kita. Yang membaca artikel ini pun mungkin hanya beberapa orang. Pembaca yang mengerti pasti lebih sedikit lagi. Namun paling tidak, dari sedikit orang yang mempunyai pengharapan dan mau menanam tanpa mengharapkan melihat penuaian terjadi, boleh terus belajar dan mempersiapkan generasi berikutnya meneruskan pekerjaan ini sesuai kehendak Allah melalui panggilan-Nya kepada kita di dalam bidang Ekonomi. Soli Deo Gloria.

Chias Yohannes

REDS – SosEc (Social Economy)