Refleksi Khotbah FIRES (Jumat, 15 Maret 2019)
Pengkhotbah: Pdt. Edward Oei
Topik: Epistemologi
Pernahkah kita membaca judul suatu berita kemudian merasa sudah tahu semua isi beritanya? Atau pernahkah kita mendengar khotbah 30 menit tentang Allah Tritunggal langsung merasa sudah menjadi profesor Allah Tritunggal? Padahal sebenarnya, tahu memiliki tingkatan. Ada yang sekadar tahu karena pernah dengar / baca sekilas, ada yang tahu sedikit lebih banyak namun tidak lengkap, ada juga yang benar-benar tahu sampai mendetail. Semuanya memakai istilah yang sama: tahu.
Berbagai bahasa di dunia yang berasal dari kebudayaan yang tinggi berusaha untuk mengonstruksi arti tahu dalam berbagai lapisan. Misalnya di dalam bahasa Jerman, Hörensagen berbeda dengan wissen. Hörensagen berasal dari kata dengar (hören) dan omong (sagen) yang artinya tahu hanya dalam lapisan dengar-dengar saja, sedangkan wissen artinya benar-benar tahu. Di dalam bahasa Yunani, tahu bisa dibagi menjadi beberapa lapisan kata yang menjelaskan tingkat pemahamannya seperti scio, ginosko, dan episteme; di sini orang Yunani ingin menyatakan tingkat tahu dari mengerti, mengamini, menyatakan keluar, dan akhirnya menjadi agen pengetahuan itu. Pendeta Stephen Tong sendiri membagi tahu dalam beberapa tahapan: mendengar, mengerti, setuju, melakukan, dan akhirnya memperjuangkan.
Nah sekarang, kita tahu sampai mana? Jangan-jangan selama ini kita tidak tahu kita tahu sampai mana, atau mungkin kita suka sok tahu, baru sekadar tahu tapi klaim kita sudah benar-benar tahu dan memperjuangkan apa yang kita tahu. Kita sering kali merasa cukup jika sudah pernah mendengar tentang suatu hal dan bisa menjawab pertanyaan mengenai hal tersebut tanpa sungguh-sungguh mengerti dan menghidupinya. Kita baru bisa dikatakan benar-benar tahu jika kita mengerti bagaimana menghidupi kebenaran itu dalam hidup kita hari demi hari.
Pengetahuan yang sejati bukanlah pencapaian akademik atau gelar di atas secarik kertas.
Pengetahuan yang sejati bukanlah pengetahuan yang hanya berhenti di pikiran kita saja. Pengetahuan yang sejati adalah ketika kita sungguh-sungguh mengerti dan hal itu mengubah tindakan kita sehari-hari sesuai dengan pengetahuan tersebut dan memperjuangkannya seumur hidup kita.
Mari kita menjadi orang yang benar-benar tahu dan bukan sok tahu.
Refleksi oleh: Abe Madison
Min, kalau misalkan baru menjadi orang Kristen, pengetahuan kita tentang Allah kan terbatas. Sampai kapan kita baru boleh memberitakan injil kalau kita sendiri belum terlalu tahu siapa yang kita percaya?