• Refleksi khotbah FIRES 21 Maret 2019

Pengkhotbah: Pdt. Edward Oei

Ayat Alkitab:                   

 

Saya pernah mengikuti suatu retreat, waktu itu doa makan bersama dipimpin oleh pemimpin acara. Setelah selesai doa, makanan dibagikan dan semua peserta retreat duduk di meja makan. Apa yang kemudian kami lakukan? Kami berdoa makan (lagi) – secara otomatis.

Doa sudah menjadi kebiasaan yang otomatis dan mekanis sehingga kita sudah tidak dapat lagi melihat maknanya. Kita sudah seperti artificial intelligence (Siri dan Cortana) yang diprogram untuk mengucapkan kata-kata tertentu seperti mantra yang kita ucapkan tanpa mengerti artinya.

Mengapa kita berdoa secara otomatis, mekanis, dan kering seperti ini? Sering kali karena kita tidak menyadari bahwa doa artinya berelasi dengan Tuhan. Kita lupa bahwa doa adalah suatu kesempatan berharga yang hanya dimiliki oleh orang Kristen untuk bertemu dan berelasi dengan Tuhan dan kesempatan ini hanya kita dapatkan melalui bayaran yang sangat mahal – penebusan oleh darah Kristus.

Di dalam penebusan ini, kita dapat melihat doa dengan cara yang jauh berbeda. Agar relasi yang rusak dapat dipulihkan, Tuhan yang adalah Pencipta dan Pemilik alam semesta ini, datang kepada kita dan mewakili kita untuk menerima seluruh hukuman yang harusnya kita tanggung; dan di sini Dia menginisiasi relasi dengan kita dan mengajak kita untuk memanjatkan doa kepada-Nya. Dengan melihat semua ini, kita bisa melihat doa sebagai kesempatan berharga untuk mengekspresikan rasa syukur dan cinta kita kepada Tuhan, untuk dengan penuh kesadaran dan keaktifan berelasi dengan-Nya.

Kesadaran akan hal ini juga akan mempertumbuhkan kita dalam isi doa yang akan kita sampaikan. Kita yang tadinya bersikap seperti seorang anak kecil yang hanya tahu meminta apa yang diinginkan, tanpa mengerti hal itu baik atau tidak, akan dimurnikan dan didewasakan. Kita bertumbuh untuk mengerti permintaan seperti apa yang berkenan di hadapan Tuhan dan mana yang tidak. Kita mulai belajar mencintai Tuhan dan kehendak-Nya sehingga yang tadinya doa selalu tentang diri, sekarang mulai berdoa untuk gereja Tuhan, penginjilan, atau bahkan pergumulan teman dalam gereja karena ini adalah respons hati kita yang mengasihi Tuhan. 

Sebagai orang Kristen, mari kita mengevaluasi sikap doa kita selama ini. Apakah kita melakukannya hanya sekadar sebagai aktivitas berdoa atau kita sadar sedang berelasi dengan Allah? Lebih lanjut lagi, apakah isi doa kita masih seperti anak kecil yang hanya memikirkan keinginan dirinya, atau kita memikirkan kehendak Tuhan? Mari kita bertobat dari sikap dan isi doa kita yang mungkin selama ini sudah salah.

Refleksi oleh: Hadassah Ely Sharon