Refleksi Khotbah FIRES (Kamis, 11 April 2019)

Pengkhotbah: Pdt. Edward Oei

 

Pertanyaan “Apa dan siapakah manusia?” merupakan pertanyaan yang sangat penting dan telah digumulkan berbagai orang dalam berbagai zaman. Salah satu cara berpikir yang sering digunakan untuk mendefinisikan manusia adalah dengan membandingkan manusia dengan makhluk yang lain. Inilah sebabnya para filsuf Sokratik mendefinisikan manusia sebagai “rational animal.” Manusia adalah binatang tetapi dengan kemampuan berpikir yang lebih hebat.

Namun, mendefinisikan manusia dengan cara seperti ini akan menimbulkan masalah.  Apabila tingkat kemampuan berpikir adalah yang mendefinisikan manusia sebagai manusia; bagaimana dengan seorang bayi yang baru saja lahir ke dunia dan belum bisa berpikir? Apakah bayi jadinya tidak termasuk sebagai manusia? Bagaimana pula dengan binatang, misalnya seekor monyet, yang bisa berpikir untuk mengeluarkan pisang yang sengaja kita letakkan di dalam satu botol? Apakah monyet itu lantas bisa dikatakan sebagai manusia?

Alkitab menolak untuk memandang manusia sebagai rational animal dan mengajarkan bahwa perjanjian Allahlah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Perjanjian ini yang mendefinisikan manusia sebagai manusia dan binatang sebagai binatang. Perjanjian ini pula yang menentukan dan menopang identitas setiap mahkluk. Inilah sebabnya sekeras apa pun usaha manusia untuk meniru-niru binatang, manusia tetap akan menjadi manusia; dan sekeras apa pun kita melatih binatang untuk bisa berpikir, binatang akan tetap menjadi binatang.

Konsep perjanjian ini juga yang akan menjawab pertanyaan “Siapakah saya?” Identitas diri kita didefinisikan oleh letak diri kita di tengah perjanjian Allah dengan seluruh ciptaan. Sehingga untuk memahami diri kita dengan benar, kita harus kembali kepada Allah yang memberi perjanjian ini dan mencoba mengenal Dia lebih dalam. Dengan mengenal diri-Nya, kita akan semakin mengenal perjanjian-Nya, rencana-Nya, dan kehendak-Nya.

Hanya ketika kita mengenal Allah dengan benar, kita baru bisa mengenal diri kita dengan benar. Kesalahan kita dalam mengenal diri, didasari oleh kesalahan dalam mengenal Allah, seperti yang terjadi pada para filsuf Sokratik di atas.

Maka, pertanyaan yang hari ini perlu kita refleksikan adalah “Sudahkah saya mengenal Allah dengan benar seperti yang dinyatakan oleh Alkitab?” “Sudahkah saya mengerti tentang perjanjian Allah dengan seluruh makhluk ciptaan-Nya?” “Apa yang Allah katakan tentang saya di dalam Alkitab?” “Sudahkah saya menjadi manusia sesuai dengan perjanjian yang Ia rancangkan?”

Kiranya Allah menolong kita untuk mengenal Dia dengan benar sehingga kita juga dapat mengenal diri kita dengan benar, dan menjalankan kehidupan ini sesuai dengan perjanjian yang sudah Ia rancangkan untuk kita. Amin.

 

Refleksi oleh: Lawrence Nobel