Refleksi Khotbah FIRES
Kamis, 9 Mei 2019
Pengkhotbah: dr. Diana Samara
Ada yang mengatakan, untuk bisa menjadi sehati sepikir dengan orang lain, kita harus sering menghabiskan banyak waktu bersama orang tersebut. Namun, hal ini ternyata tidak menjadi jaminan. Nyatanya banyak pasangan yang baru menikah sebentar tetapi malah memilih untuk bercerai/berpisah. Bukan hanya pada pasangan, hal ini juga dapat terjadi pada kelompok pertemanan di kampus, kantor, atau gereja. Awalnya sering menghabiskan banyak waktu bersama seperti makan bersama, berkemah bersama, atau olahraga bersama. Namun, tidak lama kemudian malah saling bermusuhan dan berpisah.
Dalam Filipi 2:20, Paulus mengatakan bahwa Timotius sehati sepikir dengannya. Atas dasar apa Paulus mengatakan demikian? Apakah berdasarkan jumlah waktu yang dihabiskan bersama-sama dengan Timotius? Tentu tidak. Paulus mengatakan bahwa dirinya dan Timotius sehati sepikir karena mereka berdua sama-sama taat dan tunduk kepada firman Allah. Terdapat intensi dan tujuan yang sama antara Paulus dan Timotius, yaitu untuk melakukan apa pun demi menunjukkan kemuliaan Allah. Inilah yang dimaksud menjadi sehati sepikir.
Hal ini berarti bahwa aktivitas yang paling penting untuk dilakukan bersama-sama saudara seiman adalah mendalami, mendiskusikan, dan merenungkan firman Allah. Hanya firman Allah yang dapat membentuk hati dan pikiran kita menjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Lantas, apakah artinya makan, berkemah, dan olahraga bersama menjadi hal yang haram untuk dilakukan? Tentu saja tidak. Namun, kita harus sadar dan mengerti bahwa bukan aktivitas-aktivitas ini yang menentukan dan membentuk kesehatian kita. Kalau begitu, kita tambahkan saja agenda membaca dan merenungkan firman Allah saat pergi makan, berkemah, atau olahraga–supaya dapat paket lengkap: hobi tersalurkan dan kesehatian-pikiran pun didapatkan. Ini omong kosong! Jujur saja porsi mana yang lebih banyak? Kalau mau berkemah, ya berkemah saja. Mau olahraga, ya olahraga saja. Tidak perlu menambahkan aktivitas spiritual supaya terkesan lebih rohani. Jika memang intensi dan tujuannya adalah untuk menjadi sehati sepikir melalui firman Allah, mengapa tidak merancang acara yang padat dengan kegiatan mendengar dan merenungkan firman Allah? Mengapa perlu ditambah aktivitas lainnya, dalam porsi yang besar pula, yang tidak menjadi fondasi dari kesehatian-pikiran?
Semoga kita semakin sadar akan hal ini dan mengejar kesehatian-pikiran dengan saudara seiman kita di tempat yang benar. Kiranya Allah memberkati kita dan memberikan kita kesatuan hati dan pikiran yang sejati. Amin.
Refleksi oleh: Stephanie