“Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: ‘Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.’ Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: ‘Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.’”

Lukas 1:26-33

Nama gadis itu adalah Maria. Bahasa Ibraninya adalah Miriam, yang artinya “mur pahit”. Saya tidak tahu kenapa dia dinamai demikian, namun orang Yahudi memiliki kebiasaan untuk menamai anak-anak mereka sesuai dengan keadaan anak itu lahir. Pada waktu itu, ketika Kristus harus datang ke dunia, orang Yahudi mengalami kepahitan dan kemiskinan yang ekstrem. Mereka merupakan orang-orang yang tertindas dan beban mereka begitu berat.

         Di antara orang-orang tertindas, Maria merupakan salah satu orang yang paling rendah. Dia bukanlah gadis kelas atas di kota besar, dia hanya seorang anak perempuan dari keluarga biasa di kota yang kecil. Kita dapat menyimpulkan bahwa dia bukan merupakan orang yang penting dari perkataan-perkataan di lagunya, “sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya” (Luk. 1:48). Siapa yang tahu apakah orangtuanya, Yoakhim dan Anna, masih hidup pada saat itu? Di kota Nazaret, dia hidup sebagai pelayan, merawat ternak, dan rumah. Umurnya kemungkinan antara 13 sampai 15 tahun.

         Namun Maria adalah orang yang dipilih oleh Tuhan. Tuhan bisa saja pergi ke kota Yerusalem dan memilih anak perempuan dari Kayafas, yang cantik, kaya, berpakaian yang dibalut emas, dan didampingi oleh rombongan pelayan. Namun Tuhan lebih memilih seorang perawan sederhana dari kota yang kecil.

         Sangat mungkin Maria sedang melakukan pekerjaan rumahnya ketika malaikat Gabriel datang kepadanya. Malaikat lebih suka datang ke orang-orang yang memenuhi panggilannya. Malaikat muncul di hadapan penggembala pada saat mereka mengawasi ternak mereka, kepada Gideon yang sedang mengirik gandumnya, kepada ibunya Simson yang sedang duduk di padang. Kemungkinan Maria sang perawan, begitu religius, sedang berada di sudut ruangan berdoa untuk pembebasan Israel.

         Malaikat menyapa Maria dan berkata, “Salam, Maria, yang penuh rahmat.” Kalimat ini berasal dari bahasa Latin, yang sayangnya diterjemahkan terlalu literal dalam bahasa Jerman [tulisan ini aslinya berbahasa Jerman -red]. Coba beri tahu saya, apakah ini terjemahan Jerman yang baik? Apakah kita akan berkata kepada orang lain, “Hai, kamu yang penuh rahmat”? Saya memang telah menerjemahkannya sebagai, “Kamu yang dirahmati,” tetapi jikalau bisa, saya akan menerjemahkan ke dalam bahasa Jerman sebagai “Tuhan memberkatimu, Maria – liebe Maria (Maria yang terkasih),” setiap orang Jerman tahu bahwa kata liebe berasal dari hati.

         “Hai Maria,” kata malaikat, “Hai kamu yang dikaruniai, Tuhan menyertaimu”(Luk. 1:28). Kita tidak dapat memastikan apakah Maria mengerti apa yang dikatakan oleh malaikat kepadanya. Lukas sepertinya menyiratkan bahwa Maria tidak mengerti, karena Maria sepertinya malu, bukan karena penampilannya, namun karena perkataannya. Dan yang paling mengherankan bagi Maria adalah perkataan ini, “Oh Maria, diberkatilah kamu. Kamu memiliki Allah yang penuh rahmat. Tiada perempuan di dunia ini yang dirahmati Allah sedemikian besar. Kamu adalah mahkota di antara semua perempuan.” Kalimat-kalimat itu memenuhi hati Maria sampai ia kehilangan kata-kata. Tetapi malaikat itu menghiburnya dan berkata, “Jangan takut, hai Maria, sebab kamu beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya, kamu akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah kamu menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Luk. 1:30-33).

         Hal yang luar biasa telah diberitakan: bahwa dia menjadi ibu dari yang Mahatinggi, yang nama-Nya akan menjadi Anak Allah. Dia akan menjadi seorang Raja dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Perlu iman yang luar biasa untuk memercayai seorang bayi akan memainkan peran yang luar biasa. Mungkin Maria berkata “Siapakah saya, rakyat jelata ini, sehingga saya harus mengandung seorang Raja?” Dia mungkin saja merasa ragu, tetapi dia menutup matanya dan percaya kepada Allah yang dapat mewujudkan semua hal ini, yang meskipun semua ini tidak sesuai dengan akal sehat; dan karena dia percaya, Tuhan menepati perkataan-Nya. Dia memang merasa ada yang salah pada awalnya dan bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”(Luk. 1:34). Dia adalah darah bersalut daging, dan atas dasar keraguan ini, malaikat meyakinkan dia dengan berkata, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi kamu; sebab itu Anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut Kudus, Anak Allah” (Luk. 1:35).

Kita harus membaca dan merenungkan kelahiran Kristus. Jika perenungan ini tidak menyentuh hati kita, niscaya tidak akan ada rasa manis yang kita rasakan, kita juga tidak akan tahu penghiburan apa yang ada dalam perenungan ini bagi umat manusia. Hati kita tidak akan bersorak dan bersukacita. Sebagaimana sepercik air tidak akan mencapai kedalaman, begitu pula perenungan yang dangkal tidak akan mencukupkan hati kita. Akan ada kekayaan dan kebaikan jika kita merenungkan lebih dalam kelahiran Sang Anak, kita akan larut dalam sukacita tiada henti.

         Santo Bernard menyatakan ada tiga keajaiban: bahwa Allah dan manusia harus hadir dalam  anak ini; bahwa seorang ibu akan tetap perawan (iman Reformed tidak percaya hal ini -red); bahwa Maria harus memiliki iman untuk percaya bahwa misteri ini akan terpenuhi di dalam dirinya. Yang terakhir, kelahiran dari seorang perawan merupakan hal yang sepele bagi Allah; bahwa Tuhan menjadi manusia adalah keajaiban yang lebih besar! tetapi yang lebih menakjubkan dari semuanya adalah perawan ini, dibandingkan  dengan perawan-perawan yang lainnya, telah dipilih sebagai ibu dari Allah. Benar dia bertanya kepada malaikat “bagaimana hal ini bisa terjadi?” dan malaikat menjawab, “Maria, kamu telah menanyakan pertanyaan yang terlalu tinggi untuk saya, tetapi Roh Kudus akan datang kepadamu dan kekuatan Yang Mahatinggi akan membayangimu dan kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi.” Seandainya jika dia tidak percaya, dia tidak akan mengandung Sang Anak. Dia berpegang teguh pada kata malaikat karena dia telah menjadi ciptaan baru. Demikian pula kita harus diubah dan diperbaharui di dalam hati setiap hari. Jika tidak, Kristus lahir dengan sia-sia.

         Inilah perkataan dari nabi: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang Putera telah diberikan untuk kita” (Yes. 9:6). Perkataan ini merupakan poin tersulit bagi kita: tidak hanya percaya bahwa Dia adalah anak dari seorang perawan dan juga Allah itu sendiri, namun juga percaya bahwa Anak Allah ini adalah milik kita. Di sinilah penghiburan bagi kita ketika lesu, Ia turut menjadi manusia dan mengalami yang kita rasakan. Sungguh menakjubkan bahwa Allah harus menitipkan seorang anak di pangkuan seorang perawan dan seluruh berkat kita berada dalam pangkuan Anak ini. Allah mengenyangkan seluruh dunia melalui seorang bayi yang menyusu dari Maria. Ini harus menjadi latihan kita sehari-hari: untuk diubah menjadi serupa Kristus, dipelihara oleh makanan ini. Keinginan hati diliputi dengan semua kegembiraan dan akan menjadi kuat dan percaya diri terhadap segala serangan.

 

 

Oleh Martin Luther