Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama , menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Filipi 2:5-7).
Ketika kita memandang langit malam bersama dengan para gembala, kita melihat sejumlah besar malaikat. Para gembala sedang menjalani rutinitas menjaga domba mereka ketika langit tiba-tiba dipenuhi dengan kemegahan, keagungan dan puji-pujian. Tak pelak, hal ini begitu mengejutkan mereka.
Namun jika kita mengingat dari mana Anak ini berasal, hal yang mengherankan bukanlah kehadiran sejumlah besar malaikat; justru heran jikalau sejumlah besar malaikat tidak hadir waktu itu. Bagaimana mungkin ketika Allah datang dalam suatu kesempatan, Ia tidak disertai dengan kemuliaan yang Ia miliki dalam kekekalan?
Di dalam kekekalan, Bapa, Anak, dan Roh Kudus saling berbagi kepenuhan yang sama. Allah Anak yang berinkarnasi memiliki kemuliaan Allah, keserupaan dengan Allah, gambar Allah, kebesaran Allah, dan semua yang menjadikan Allah sebagai Allah. Setiap hal yang membuat malaikat menyembah Allah ada di dalam Tuhan Yesus Kristus. Ketika kita memulainya dari sana, dampak yang ditimbulkan akan menggentarkan kita.
Kita mungkin pernah mendengar seseorang yang melakukan hal yang baik dan sangat bernilai dan orang lain berkata tentang orang tersebut, “Saya akan memberitahumu apa yang luar biasa dari dirinya. Jika engkau tahu darimana ia datang, kenyataan bahwa ia datang ke sini untuk melakukan hal yang ia lakukan sangatlah luar biasa.” Mereka mengatakan demikian ketika apa yang dilakukannya itu signifikan jikalau kita mengetahui latar belakangnya, darimana ia datang, dan apa yang ia tinggalkan, bahwa kehadirannya di sini sangatlah luar biasa.
Seorang penulis himne Natal menangkap hal ini dengan dua kalimat:
Datang dari kebahagiaan yang tertinggi,
Turun ke bumi yang seperti ini.
Roh Kudus ingin kita mengerti darimana Kristus datang. Paulus memberitahu kita dalam Filipi 2:5-7, …“Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”
Datang dengan natur Allah, Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Dengan kata lain, alih-alih menggenggam kemuliaan-Nya, ia memilih untuk mengesampingkannya.
Paulus memberitahu kita, “Ia mengosongkan diri-Nya”. Kita membaca dalam terjemahan King James “Ia membuat diri-Nya tidak memiliki reputasi”. Apakah artinya ini?
Hal ini berarti Yesus memilih kedatangan-Nya ke dalam dunia tanpa diwarnai dengan kemuliaan dan cara yang akan segera membuat orang yang melihatnya berkata, “Oh, pastilah ini Allah yang berinkarnasi.”
Ingatlah apa yang dikatakan oleh malaikat kepada para gembala: “Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus denga lampin dan terbaring di dalam palungan.” Betapa asing tempat tersebut. Bukan karena para gembala itu asing dengan palungan. Palungan adalah bagian dari rutinitas mereka. Tetapi seorang bayi di dalam palungan? Anak apakah ini, yang terbaring dalam palungan? Tandanya bukanlah kereta kuda. Bukan tongkat kerajaan, tetapi kandang.
Ia “mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba.” Dengan kata lain, sebagaimana Ia sepenuhnya adalah Penguasa surga, Ia juga sepenuhnya menjadi hamba di dalam dunia ini.
Kita melihat gambaran yang sama ini
“Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggangnya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.” (Yohanes 13:3-5)
Terbungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan … Mengikatkan kain lenan dan membasuh kaki murid-murid-Nya. Mengambil rupa seorang hamba.
Jika anda kembali melihat Filipi 2:7, anda akan melihat tanda koma setelah kata “mengosongkan”, yang diikuti dengan kata “mengambil” dalam bentuk present continous: Ia “mengosongkan dirinya, dan mengambil …” Terdapat kaitan antara mengosongkan dengan mengambil.
Alec Mattea, seorang sarjana yang luar biasa sekaligus sahabat saya, mengusulkan bahwa sebaiknya kita menanyakan “Ia mengosongkan dirinya menjadi apa?” daripada “Apakah yang Ia kosongkan dari diri-Nya?” Maka kita akan semakin dapat memahaminya.
Hal ini adalah paradoks yang luar biasa. Apa yang Yesus ambil bagi diri-Nya, itulah yang merendahkan diri-Nya, bukan apa yang Ia kesampingkan. Ia mengosongkan diri-Nya, “Mengambil rupa seorang hamba, menjadi sama dengan manusia.” Karena Ia mengambil rupa seorang manusia bagi diri-Nya, maka Ia mengosongkan diri-Nya.
Tentu saja, bagi kita yang berpikir bahwa manusia adalah puncak dari segalanya, kita tidak dapat membayangkan siapapun yang tidak akan senang ketika menjadi seorang manusia. Tetapi bagaimana jika anda adalah Allah? Coba bayangkan. Menjadi Allah dan kemudian turun dan lahir di dalam sebuah palungan, hidup sebagai seorang buangan, mati sebagai orang asing, menanggung caci maki dan kutuk dari Hukum Taurat – ini semua terdengar seperti “kosong” bagi saya.
Tidak ada analogi yang dapat benar-benar dapat menggambarkan hal ini, tetapi itu tidak membuat saya berhenti mencoba. Bagi Anda yang mengikuti golf profesional akan tahu bahwa Andrew Martinez menjadi seorang “kacung” permainan golf di dalam tur PGA dalam waktu yang lama bagi banyak jawara pemain golf
Andrew sangat dikenal di antara teman-temannya. Ia cerdas dan atletis. Ia, pada dasarnya, adalah seorang pemain golf yang baik; Ia adalah pemain tenis yang lebih baik lagi; Ia bahkan adalah pemain backgammond yang lebih baik. Andrew sebagai Andrew, adalah seseorang yang memiliki haknya sendiri.
Tetapi pada suatu kesempatan ketika saya bersama Andrew ketika Ia berubah dari Andrew, seorang teman dan rekan, menjadi Andrew, “kacung” permainan golf, yang keluar dari sebuah mobil dan berjalan menuju clubhouse dan muncul kembali mengenakan pakaian kerja putih. Ia telah mengosongkan dirinya dengan mengambil sesuatu. Ia tetap seorang Andrew – atletis, pemain golf, cerdas. Ia tetap seorang Andrew dalam semua esensinya sebagai Andrew, tetapi dengan mengambil posisi “kacung” permainan golf, dia telah mengosongkan dirinya.
Bukan karena kekurangan sesuatu maka dirinya menjadi bukan apa-apa. Apa yang ia tambahkan kepada dirinyalah yang menjadikan dirinya bukan apa-apa. Dia tidak berhenti menjadi dirinya sendiri. Tetapi dengan mengenakan pakaian kerja – dengan mencurahkan dirinya kepada pekerjaan itu – dia membentuk suatu entitas yang berbeda. Ia yang adalah “seseorang” di dalam haknya, menjadi bukan siapa-siapa agar ia dapat melayani orang lain.
Yesus tidak menanggapi inkarnasi dengan bertanya, “Apakah yang didapat untuk saya, apa yang saya dapatkan?”
Ketika datang ke dalam dunia, Ia berkata, “Tidak masalah.”
Yesus, engkau akan terbaring di dalam sebuah palungan.
“Tidak masalah.”
Yesus, engkau akan menjadi seorang buangan dan seorang asing
“Tidak masalah.”
Yesus, mereka akan memakukan engkau di atas kayu salib dan para pengikutmu akan meninggalkan engkau.
Yesus berkata, “Tidak masalah.”
Inilah arti dari semua ini. Inilah arti dari: Ia “mengosongkan dirinya sendiri, mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”
Oleh: Alistair Begg